Mohon tunggu...
Yosilia Nursakina
Yosilia Nursakina Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain” (HR. Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni)

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Ada Apa dengan Program Internsip Dokter Indonesia?

17 Agustus 2015   22:08 Diperbarui: 18 Agustus 2015   09:31 3109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dokter-dokter muda anggota Ikatan Dokter Gigi Anak Indonesia memberikan layanan pemeriksaan dan perawatan kesehatan gigi gratis kepada anak difabel di SLB Negeri 1 Bantul, Kecamatan Kasihan, Bantul, DI Yogyakarta, Kamis (4/6). Pemerintah diharapkan memastikan anggaran untuk program internsip dokter Indonesia 2015 tersedia. (KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO)

Bulan lalu, tagar #dokterinternsipindonesia masuk dalam jajaran trending topic Indonesia. ‘Demo’ di media sosial ini bertujuan untuk menuntut kepastian pemerintah terkait program internsip dokter Indonesia (PIDI). Lantas, apa sebenarnya kendala yang ada pada program ini?

Setahun menganggur setelah menghabiskan duit orang tua selama 6 tahun itu rasanya...Gak kuat liat wajah bapak ibu :( #dokterinternsipindonesia —@chitaShita

Apa itu PIDI?

Sebelumnya, mari kita kaji mengenai PIDI terlebih dahulu. PIDI sederhananya ialah sarana pemahiran kompetensi dan pengabdian bagi para lulusan dokter yang lulus uji kompetensi. Program yang digulirkan oleh Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan, asosiasi institusi pendidikan kedokteran, asosiasi rumah sakit pendidikan, organisasi profesi, dan Konsil Kedokteran Indonesia ini berlangsung selama satu tahun, 4 bulan di puskesmas dan 8 bulan di RS. Tanpa melalui tahap ini, para lulusan dokter tersebut tidak dapat berpraktik secara mandiri. Hal ini merupakan konsekuensi dari kurikulum pendidikan kedokteran berbasis kompetensi.

Rasanya semua orang tentu setuju bahwa PIDI adalah program yang perlu didukung karena memberi memberi manfaat tidak hanya kepada para dokter sebagai sarana pemahiran, tetapi juga kepada masyarakat daerah pelosok yang menerima akses pelayanan kesehatantersebut. Namun, sayangnya pelaksanaan program ini tidak semulus yang dirancang pemerintah.

Ada Apa dengan PIDI?

Ketua Konsil Kedokteran Indonesia, Prof. Dr. dr. Bambang Suprayitno, mengemukakan bahwa umumnya para lulusan dokter menunggu maksimal tiga bulan sebelum diberangkatkan ke lokasi penempatan. Namun, saat ini mereka terpaksa menunggu dari enam bulan hingga lebih dari setahun. Hal inilah yang kemudian menyebabkan terjadinya ‘backlog’ atau penumpukan peserta internsip.

Pada bulan Februari 2015, sebanyak 2.500 dokter telah ditempatkan beserta 2.300 dokter lainnya pada Mei 2015. Kebanyakan dari mereka berasal dari lulusan 2013-2014 yang surat tanda registrasi (STR)-nya terlambat terbit. Di luar 4.800 dokter tersebut, masih ada 506 dokter yang seharusnya ditempatkan Juli ini. Dikarenakan anggaran yang tidak mencukupi, 506 dokter itu pun terancam mengalami penundaan waktu keberangkatan. Padahal, Oktober-November nanti ada sekitar 3.500 dokter yang juga harus diberangkatkan. Nantinya, sekian persen dari 3.500 dokter itu pun juga akan terancam mengalami penundaan waktu keberangkatan. ‘Backlog’ peserta internsip ini dapat terjadi berulang-ulang hingga seterusnya apabila pemerintah tidak mengambil kebijakan terkait hal ini.

Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, salah satu penyebab ‘backlog’ atau penumpukan ialah terlambatnya penerbitan surat tanda registrasi. Menurut Ketua KKI, masalahnya bukan terletak pada Konsil Kedokteran Indonesia yang mengeluarkan surat tanda registrasi program pemahiran, namun karena terdapatnya dualisme penyelenggara ujian kompetensi pada tahun 2014 (klik frase di samping untuk membaca lebih lanjut).

Kami butuh pekerjaan yg sesuai dgn profesi kami. Ada saran jd asdos, guru bimbel dll. Buat 2.000 dokter cukup? #dokterinternsipIndonesia -@beladirk

Ketua Ikatan Dokter Indonesia, dr. Zaenal Abidin, menduga bahwa keterlambatan ini juga disebabkan oleh jumlah peserta melampaui kapasitas wahana. Wahana yang dimaksud mencakup layanan kesehatan primer dan rumah sakit. Alhasil, pemerintah harus menambah wahana agar sepadan dengan jumlah peserta. Tetapi sayangnya penentuan wahana bagi peserta juga tidak mudah. Ada beberapa aspek yang harus dipenuhi, seperti adanya sarana dan prasarana yang memadai, adanya dokter pembimbing, dan jumlah pasien yang mencukupi. Lokasi penempatan juga harus memungkinkan peserta internsip untuk meningkatkan kemahirannya.

Minimnya jumlah wahana juga disebabkan oleh ketidakpastian anggaran program internsip dokter Indonesia 2015 yang tersedia. Padahal, menurut Ketua Komite Internsip Dokter Indonesia (KIDI), dr. Nur Abadi, program internsip dokter Indonesia sangat bergantung pada ketersediaan anggaran. Penambahan jumlah wahana tidak akan terjadi apabila anggaran tidak mencukupi. Kondisi itu kian memburuk lantaran pemerintah memotong anggaran perjalanan dinas di semua kementerian. Anggaran transportasi dokter internsip dianggap sebagai anggaran perjalanan dinas sehingga ikut terpotong.

#dokterinternsipindonesia ga boleh praktek karena ga ada SIP. Tapi, banyak perawat dan bidan jadi dokter-dokteran, yg rugi siapa? @PBIDI -@nunugmd

Solusi

Ada beberapa solusi yang dapat diajukan mengenai masalah ini.

Salah satu tindakan yang telah dilakukan Kementerian Kesehatan ialah meminta Kementerian Keuangan untuk kembali mengalokasikan anggaran bagi dokter internsip. Hasilnya, Kemenkeu pun setuju untuk melakukan refocusing. Harapannya, Oktober-November anggaran transportasi dokter internsip sudah tersedia kembali.

Alternatif lain untuk menambah anggaran (selain transportasi) ialah dengan mengajukan dana segar kepada Komisi X yang ruang lingkupnya mencakup pendidikan (internsip adalah bagian dari pendidikan, bukan?). Selain itu, Komisi IX juga dapat memperjuangkan adanya Pos Anggaran Internsip dari Kementerian Kesehatan pada APBN 2016, sehingga Kemenkes dan Kemenristek Dikti dapat melakukan share, jika dana tidak cukup berasal dari Dikti.

Di sisi lain, mengenai isu minimnya wahana, salah satu solusi yang dapat dilakukan ialah melibatkan institusi FK dalam menjaring wahana agar direkomendasikan kepada KIDI sebagai wahana baru siap tampung, dengan syarat wahana tersebut berkomitmen untuk menampung dokter internsip.

 -----------------

Solusi lainnya ialah dengan menyelenggarakan diskusi publik yang mempertemukan stakeholder-stakeholder terkait mengenai program internsip dokter Indonesia. Harapannya, para stakeholder tersebut akan menandatangani mutual agreement mengenai langkah yang akan dilakukan selanjutnya untuk menangani isu ini di akhir acara. Untungnya, solusi ini bukan hanya sekedar ide atau wacana. Acara ini akan diadakan oleh Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM IKM FKUI 2015 bekerja sama dengan ISMKI dengan rincian sebagai berikut:

Hari, tanggal: Senin, 24 Agustus 2015

Waktu: 15.00-18.00 WIB

Tempat: Ruang KC 201, Gedung Rumpun Ilmu Kesehatan UI Depok.

Pembicara:

  1. dr. Ratna Sitompul SpM (K) (Dekan FKUI)
  2. Zaenal Abidin, M. Hkes (Ketua IDI)
  3. Emil Bachtiar Moerad, Sp. P. (Perwakilan AIPKI untuk KIDI)
  4. Nur Abadi, MM. M. Si (Ketua KIDI)
  5. Syamsul Bachri, M. Sc. (Wakil Ketua Komisi IX DPR RI)
  6. Usman Sumantri, M. Sc. (Ketua BPPSDMK)

Acara ini gratis dan Anda juga akan mendapatkan sertifikatnya. Daftarkan diri Anda di tiny.cc/daftardispub

Wartawan dipersilahkan untuk mengikuti acara ini karena akan ada sesi jumpa pers di akhir acara.

 -----------------

Referensi

Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 1/KKI/PER/I/2010 tentang Registrasi Dokter Program Internship

Waktu Tunggu Perlu Dipercepat

Perlu Kepastian Ketersediaan Anggaran Intersip Dokter Indonesia

Demo Dokter Internsip Indonesia di Medsos 

Notulensi Audiensi ISMKI dengan Komisi IX DPR-R, 30 Juni 2015

Wahana dan Angaran Hambat Program Pemahiran Dokter

 -----------------

Halo! Terima kasih telah membaca tulisan pertama saya di Kompasiana. Apabila ada kritik/saran, mohon tuliskan di kotak komentar di bawah ya agar kita bisa saling belajar. Terima kasihh. :-)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun