Mohon tunggu...
Lukas Benevides
Lukas Benevides Mohon Tunggu... Dosen - Pengiat Filsafat

Saya, Lukas Benevides, lahir di Mantane pada 1990. Saya menamatkan Sarjana Filsafat dan Teologi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada Juni 2016. Pada Agustus 2017-Juni 2018 saya kembali mengambil Program Bakaloreat Teologi di Kampus yang sama. Sejak Januari 2019 saya mengajar di Pra-Novisiat Claret Kupang, NTT. Selain itu, saya aktif menulis di harian lokal seperti Pos Kupang, Victory News, dan Flores Pos

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

VBL Tidak Salah

8 Juli 2020   15:19 Diperbarui: 8 Juli 2020   15:09 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fakta yang paling gamblang dan fundamental untuk membuktikan semangat liberalisme dan kapitalisme di dalam praksis demokrasi kita adalah konstelasi politik yang memungkinkan transaksi dengan mahar politik besar untuk meraih kursi kepemimpinan. Untuk menjadi seorang wali kota, bupati, gubernur, anggota legislatif, jabatan birokratis, apalagi jabatan kepresidenan, Anda membutuhkan kekuatan finansial. Kemenangan bahkan ditentukan oleh siapa yang memiliki banyak kapital ekonomi.

Sistem di atas memeras kriteria menjadi penguasa politik di republik ini hanya dua: politisi korporatis atau politisi berduit dan politisi murni yang berbagi rantang dengan korporat. Satu yang pasti, kedua syarat ini meniscayakan uang dalam jumlah besar. Siapapun latar belakang seorang penguasa, ia sudah pasti mengeluarkan uang yang tidak sedikit. Bahkan semua hartanya dapat ia pertaruhkan. Maka, tidak heran bila usai kompetisi PEMILU, saatnya untuk mengisi kembali kantong yang telah terkuras habis. Upaya untuk mengisi kembali kantong ini tidak mungkin hanya dengan gaji.

Sederhana saja untuk memahami logika transaksi di atas. Berapa gaji seorang presiden, gubernur, atau jabatan politik lain? Dapatkah gaji tersebut ia pakai untuk menutup kembali lubang-lubang finansialnya? Harus diandaikan terdapat sumber dan cara lain lain untuk membayar kembali saku-saku yang telah kering terlena. Bagaimana caranya? Tentu saja banyak. Para politisi dan pembaca tentu lebih tahu.

VBL tidak salah

Sistem transaksional kapitalis di atas membuat kita memahami: mengapa proyek-proyek yang tidak "morally permissible and prudentially rational" (meminjam kata-kata A. John Simmons, 2008), bahkan fiktif dipaksakan perizinan dan pelaksanaanya? Ini bukan salah seorang pemimpin toh. Bukan salah seorang VBL, itupun kalau memang benar praduga buah bibir perihal berbagi rantang yang selama ini berkembang liar. Ini salah paradigma politik kita yang mengadopsi liberalisme dan kapitalisme. VBL tidak lebih dari korban sistemik-struktural imperialis liberalisme dan kapitalisme yang sudah lama menjajah bangsa kita. VBL hanyalah korban "grand-design" skenario politik bangsa ini yang membiarkan diri dipermainkan seperti boneka oleh ideologi asing.

Seandainya sistem demokrasi kita mengikuti peradaban demokrasi yang lebih matang seperti beberapa negara Eropa, misalnya Perancis yang membiayai proses kampanye kontestan PEMILU, kita tidak harus terjebak di dalam lingkaran setan berbagi rantang di atas. Ketika ongkos kampanye yang mahal ditanggung negara, partisipan kompetisi akan berkonsentrasi pada visi-misi yang realistis, mengadu gagasan mengenai program-program kerja dan strategi implementasinya. Saluran yang demikian akan menghasilkan pemimpin yang sungguh kompeten di dalam "leadership and management".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun