Mohon tunggu...
Amelia Rosana
Amelia Rosana Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

Penulis yang kebetulan adalah mahasiswa. Menulis adalah ruang kreatif yang memberi saya kebebasan pada apa yang saya pikirkan, rasakan, dan saya amati. Hobi mendengarkan musik pop.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kota yang Tak Pernah Menangis

8 Juli 2024   22:43 Diperbarui: 8 Juli 2024   23:22 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sayembara Cerpen Pulpen XV (Special Event: KONGSI)

Di suatu daerah, ada sebuah kota yang terkenal dengan penduduknya yang tidak pernah menangis. Orang dewasa di kota ini tidak pernah menangis, hanya bayi yang baru lahir yang menangis, beranjak dewasa, mereka akan semakin jarang menangis hingga suara tangisan mereka mungkin tidak akan dikenali lagi karena tidak pernah menangis selama sisa hidup mereka. Namanya adalah Kota Tawa.

Kehidupan di Kota Tawa bisa dibilang sangat damai dan minim polusi suara. Orang yang lewat melakukan aktivitasnya dengan tenang dan santai sehingga tidak menimbulkan terlalu banyak suara yang mengganggu kenyamanan sekitar. Kota Tawa bahkan telah dinobatkan sebagai kota paling damai dan nyaman.

Namun, pada suatu pagi di hari Minggu yang cerah, ketika penduduk Kota Tawa melakukan aktivitas seperti biasanya, bersepeda, berlari, duduk-duduk santai di Teras rumah; seorang pria datang dari perbatasan Kota Tawa, dari penampilannya ia seperti orang gila atau tidak waras. Berpakaian compang-camping, kulitnya coklat berkilat akibat terlalu banyak dibakar matahari. Ia datang sendirian dengan sebuah kaos yang tersampir di bahunya yang kurus. Menyusuri jalanan di kompleks perumahan Kota Tawa sambil menangis dengan keras, seketika mengambil atensi para penduduk yang sedang beraktivitas dengan tenang.

"Aku tidak perduli dengan uang! Tanpa uang aku bisa hidup bebas! Aku bebas" Pria itu berseru di atas aspal yang mulai panas karena matahari semakin naik posisinya. Ia tidak menghentikan jalannya dan terus berteriak dengan keras.

"Aku tidak butuh keluarga! Lihat, aku hidup bebas tanpa beban!"

"Lihatlah kalian, masih harus bekerja mati-matian agar kaya. Aku tidak perlu bekerja untuk menjadi kaya!"

Penduduk Kota Tawa memandang dari kejauhan, mulai berbisik satu sama lain akan pria itu.

Pria kurus itu kini berteduh di bawah pohon rindang yang memang sengaja ditanam oleh Pemerintah Kota Tawa di Taman. Menyandarkan tubuhnya sembari menggumamkan kata "Lapar".

"Lapar...aku lapar...!" gumamnya. Seorang anak anak perempuan berkepang dua mendekati pria itu dan memberikannya sepotong roti.

"Ini, untukmu. Kau sedang lapar bukan?" ujar gadis kecil itu. Pria gila tadi mengangguk dan mengambil sepotong roti yang disodorkan kepadanya, memakannya dengan rakus seperti orang yang benar-benar kelaparan.

"Terima kasih." Ucapnya lemah, tenaganya belum pulih benar akibat menangis dan mengumpat di sekeliling kota. Anak gadis tadi terpaku, menggumamkan kata yang baru saja diucapkan pria  di depannya, seperti...ia baru pertama kali mendengar kata tersebut. Gadis kecil itu berlari menuju sepedanya yang tergeletak di tanah dan memacunya pulang sembari meneriakkan kata "Terima kasih!" dengan wajah ceria dan senyum cerah. Penduduk Kota Tawa kembali berbisik melihat kejadian tersebut. Mereka memutuskan untuk mendekati si pria gila.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun