Mohon tunggu...
AILA Indonesia
AILA Indonesia Mohon Tunggu... -

Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia adalah aliansi antar lembaga yang peduli pada upaya pengokohan keluarga.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Guru Besar Unpad: Buat Apa Indonesia Tanpa Keindonesiaan?

2 November 2016   13:20 Diperbarui: 2 November 2016   13:24 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Guru Besar Universitas Padjadjaran (Unpad), Atip Latipulhayat, Ph.D., yang juga pakar HAM, turut menyampaikan presentasinya dalam Seminar Kebangsaan “Reformulasi KUHP Delik Kesusilaan dalam Bingkai Nilai-nilai Keindonesiaan” di Komplek MPR/DPR RI, Senayan, Jakarta (26/09).

Sebelumnya, Atip pernah menjelaskan dukungannya terhadap judicial review atas tiga pasal kesusilaan KUHP di hadapan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) pada tanggal 23 Agustus 2016 silam. Saat itu Atip menegaskan bahwa HAM harus dipraktikkan secara partikular. Hal yang sama ditegaskannya kembali di hadapan peserta seminar.

“Praktik pengejawantahan HAM tidak boleh mengabaikan kearifan lokal. Kita tidak bisa menerapkan HAM ala Barat di negeri kita, karena masyarakat kita berbeda dengan di Barat. Ada norma-norma berbeda yang kita junjung tinggi,” tuturnya.

Hal semacam ini, menurut Atip, juga diakui oleh masyarakat Barat. Bahkan para pakar HAM di dunia pun mengakui bahwa praktik pengejawantahan HAM harus mengindahkan nilai-nilai kearifan lokal yang tidak terlepas dari pengaruh budaya dan agama masyarakat setempat.

“Masalah ini sudah sangat sering dibahas oleh para pakar kelas dunia. Pada dasarnya masing-masing bangsa diciptakan untuk saling mengenal. Memang pada dasarnya bangsa-bangsa ini berbeda satu sama lainnya,” ungkap Atip lagi.

Perbedaan antar bangsa, menurut para pakar dunia sebagaimana diungkap oleh Atip, bukan untuk dimusnahkan begitu saja. “Indonesia tidak bisa dipisahkan dari keindonesiaan. Buat apa Indonesia tanpa keindonesiaan?” ujar Atip beretorika.

“Jika turis asing datang ke Indonesia, mereka ingin mengenal kultur budaya kita. Apa jadinya jika Indonesia masih ada tapi keindonesiaan sudah tidak ada lagi, karena kita menelan mentah-mentah budaya Barat?” tegas Atip.

Atas dasar pemikiran itu, ia berpendapat bahwa judicial review sudah selayaknya dilakukan terhadap tiga pasal kesusilaan dalam KUHP yang dianggap tidak sesuai dengan agama dan budaya yang dianut oleh masyarakat Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun