Mohon tunggu...
AILA Indonesia
AILA Indonesia Mohon Tunggu... -

Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia adalah aliansi antar lembaga yang peduli pada upaya pengokohan keluarga.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tingginya Tingkat Perceraian Harus Menjadi Perhatian Bersama

20 Oktober 2016   09:43 Diperbarui: 20 Oktober 2016   09:52 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seminar Kebangsaan “Reformulasi KUHP Delik Kesusilaan dalam Bingkai Nilai-nilai Keindonesiaan” yang diprakarsai oleh Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia rampung digelar pada hari Senin (26/09). Seminar yang diselenggarakan di Gedung Nusantara V, Komplek MPR/DPR RI, Senayan, Jakarta itu mengungkap sejumlah tantangan yang harus dihadapi oleh keluarga Indonesia masa kini.

Dalam presentasinya di awal seminar, Prof. Euis Sunarti, Guru Besar bidang Ketahanan Keluarga dari Institut Pertanian Bogor (IPB) menjelaskan bahwa keluarga Indonesia harus mampu beradaptasi dengan sejumlah tantangan masa kini. Keadaan sosial-ekonomi Indonesia sekarang memiliki karakteristik tersendiri yang harus dipahami dan ditanggulangi dengan baik.

Di antara banyak tantangan tersebut adalah tingginya tingkat perceraian yang mengakibatkan banyak keluarga tidak utuh lagi. “Tingkat perceraian semakin tinggi, semakin banyak single parent, dan semakin banyak pula anak-anak yang dipaksa untuk beradaptasi dengan keadaan tersebut,” ungkap Euis.

Meski perceraian adalah jalan keluar yang valid untuk permasalahan tertentu, namun tingginya tingkat perceraian di Indonesia tak pelak menimbulkan keprihatinan bagi banyak kalangan.

“Kalau diambil angka rata-ratanya, dalam sehari ada 900 permintaan perceraian setiap harinya. Pada tahun 2010, perceraian di Indonesia sudah menempati posisi tertinggi di Asia Pasifik, dan tujuh puluh persennya diajukan oleh pihak perempuan,” tuturnya.

Banyaknya istri yang meminta cerai ini juga perlu menjadi bahan evaluasi, karena bisa ditafsirkan dengan cara yang berbeda.

“Jika ada begitu banyak istri yang meminta cerai, kita perlu mengevaluasi kembali. Apakah fenomena ini menunjukkan bahwa kaum perempuan itu semakin independen, atau semakin menderita?” ujar Euis beretorika.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun