Pada masa orde baru ketika belum ada TV Swasta, TVRI sebagai corong pemerintah. Dan pada masa pemerintahan SBY-Budiono, TV One dan Metro TV (swasta) bersama sama menjadi corong oposan SBY-Budiono. Namun jika kita mengulas kembali berita politik di TV Swasta, katakanlah TV One dan Metro TV, keduanya selalu memberitakan hal yang bertolak belakang.
Pada saat masa kampanye pemilu presiden, TV One terkesan memihak pada Capres Prabowo-Hatta sedangkan Metro TV memihak pada Jokowi-JK. Pun sekarang pada saat pemerintahan Jokowi-JK, dua stasiun TV swasta ini masih memblow-up hal hal yang bertolak belakang. Yang satu pro pemerintah dan yang satu oposan, semisal dialog politik yang diundang sebagai pembicara adalah yang pro dengan TV tersebut. Sehingga opini opini yang keluar adalah opini yang manipulative.
Bukankah TV adalah sarana rakyat untuk memperoleh informasi? Bukankah pemberitaannya harus benar dan tidak memihak? Seandainya media informasi saja sudah memihak, lalu apa yang rakyat peroleh? Bukankah berita itu harus berimbang? Bukankah itu artinya hak untuk memperoleh informasi yang benar sudah terampas? Apalagi kalau kita menyimak tentang dialog dialog politik yang “terkesan” sudah dimanipulasi untuk menyuarakan kepentingan politik tertentu. Bukankah ituartinya kepentingan politik tertentu sudah mendikte pers untuk kepentingan tertentu? Apakah “kebebasan pers” diartikan kebebasan untuk memihak pada kepentingan politik tertentu?
Seandainya itu terjadi, dan memang nyatanya sekarang terjadi, menurut saya artinya telah pembelokkan dari arti kebebasan pers dan merupakan pelanggaran terhadap hak rakyat untuk memperoleh informasi yang benar. Apa hubungannya dengan hak rakyat untuk memperoleh informasi yang benar? Dan apa hubungannya dengan TV swasta tersebut? Ini adalah kegelisahan saya, dan mungkin tidak hanya saya. Seadainya TV swasta dari waktu ke waktu menampilkan pendidikan politik kepada rakyat dengan opini opini yang manipulative dan menggiring kearah politik tertentu yang tentunya manipulative nantinya rakyat akan terjerumus kearah politik tertentu dengan tujuan sesaat. Mengapa terjerumus? Karena rakyat tak dapat apa apa dan yang diuntungkan ialah orang yang mengatur opini politik tersebut. Apabila hal tersebut terjadi pada skala yang lebih besar, yaitu rakyat Indonesia, lalu apa yang diperoleh rakyat Indonesia? Dan siapa yang diuntungkan? Tanda tanya besar masih mengelilingi arti kebebasan pers di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H