<!-- [if gte mso 9]><xml> </xml><![endif]--><!-- [if gte mso 9]><xml> Normal0falsefalsefalseEN-USX-NONEX-NONE</xml><![endif]--><!-- [if gte mso 9]><xml> </xml><![endif]--><!-- [if gte mso 10]><style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-priority:99; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt; mso-para-margin-top:0in; mso-para-margin-right:0in; mso-para-margin-bottom:10.0pt; mso-para-margin-left:0in; line-height:115%; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri","sans-serif"; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-fareast-font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-theme-font:minor-fareast; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin;}</style>
Lagi lagi politik. Lalu ekonomi. Sesaat kemudian selebriti. Mulai dari pemilu, pasca-pemilu, cicak vs buaya, naik turun harga, kemudian prostitusi online, hingga nanti akan muncul kabar pernikahan Putra Presiden. Lalu semua akan kembali lagi dari awal, seperti mengalami siklus. Apa kabar budaya yang disebut sebut budaya Indonesia? Terekspos saja tidak, apalagi muncul, bagaimana bisa bertahan? Menjengkelkan memang.
Beberapa waktu lalu, pengklaiman budaya Indonesia membuat geram masyarakat Indonesia. Rasa Sayange, Reog Ponorogo, menyusul lagu-lagu daerah seperti Soleram, Injit-injit Semut, Anak Kambing Saya, tak absen pula tari-tarian seperti Tari Piring, Tari Kuda Lumping, serta Tari Pendet digunakan sebagai ikon dalam iklan pariwisata Malaysia. Barulah setelah itu masyarakat serentak meneriakkan yang ‘katanya’ nasionalisme. Kemarahan mulai menggelayuti media social di Indonesia. Tidak tanggung tanggung, kata “Malaysia” selalu dilontarkan dalam postnya oleh setiap pengguna media social. Yang benar saja, kemarahan baru muncul setelah kejadian. Kemana saja mereka selama ini?
Ditambah lagi Pemerintah Indonesia seolah diam seribu bahasa, terkesan cuek dengan masalah ini. Indonesia terlalu terfokus pada masalah politik, ekonomi, bahkan selebriti. Sedangkan budaya pun terabaikan, terbengkalai. Mengulas dan memberantas yang buruk, namun tidak berusaha mempertahankan yang sudah ada. Budaya misalnya. Ya itulah Indonesia. Kemana negara ini akan dibawa, jika budaya saja hanya ditengok ketika sudah hilang. Menyebut negara pengklaim terlalu arogan, padahal rakyat sendiri tidak becus menjaga. Bukan menjaga, mengapresiasi budaya saja tidak menyempatkan. Lalu milik siapa budaya ini?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H