Berita pagi di sebuah media online, membuat nafas saya terhenti sejenak. Berita tentang karyawati yang diperkosa ketika sedang membuka pintu mobil. Kejadian ini baru saja terjadi di sebuah pelataran parkir Mall di kota Medan. Walaupun kejadian tersebut tidak dilakukan di dalam Mall, tapi membuat bulu kuduk saya berdiri. Bagaimana tidak. Saya termasuk wanita yang sesekali berjalan sendirian di pelataran parkir.
Sudah tidak dapat dihitung lagi modus-modus pemerkosaan yang terjadi di sekitar kita. Mulai dari di rumah sendiri, hingga di dalam angkot. Bahkan di tempat kerja pun tak luput dari incaran para pelaku pemerkosa. Korban pun mulai dari balita hingga nenek-nenek. Ada yang dilakukan sendirian hingga berkelompok. Sungguh-sungguh berita yang mengerikan.
Wanita pun merasa, sudah tidak ada lagi ruang aman di dalam hidupnya. Ibu yang memiliki anak perempuan, juga selalu dihinggapi perasaan was-was. Ada rasa ketakutan yang 'berlebih' akan terjadi pada anak-anak mereka, entah itu pelecehan seksual ataupun yang paling mengerikan adalah pemerkosaan. Saya ingat betul nasehat seorang psikolog terkenal yang mengatakan, ‘Jangan pernah mempercayai orang-orang terdekat sekalipun. Karena, tindakan asusila, sering terjadi justru di sekitar lingkungan kita.’
Saya percaya betul nasehat itu. Karena, anak perempuan teman saya, juga mengalami tindakan asusila dengan pelaku supirnya sendiri. Orang yang selama ini dipercayai sebagai ‘teman’ dan supir antar jemput sekolah anak-anaknya. Syukurlah, kejadian tersebut segera teratasi setelah anak perempuan tersebut mengadukan pada orangtuanya dan supir akhirnya dipecat.
Sebagai orangtua , saya pun melakukan perlindungan cukup ekstra pada anak-anak saya, khususnya anak perempuan. Sejak dini, mereka sudah saya berikan informasi tentang pengetahuan seks, apa saja yang boleh dan tidak boleh dilihat oleh orang lain, dan bagaimana bila ada orang lain memegang badan mereka tanpa kita inginkan. Tapi, rasanya tidak cukup sampai disini. Toh, nasehat, pelajaran, dan peringatan yang saya berikan pada anak-anak, hanyalah melindungi mereka dari tindakan yang membahayakan. Tetapi, bagaimana bila pelaku-pelaku itu masih saja berkeliaran disekitar kita. Orang-orang itu bisa mengancam kapan saja dan dimana saja, entah pada keluarga kita, saudara-sadara kita, atau kenalan kita ?
Seorang ustadz pernah berkata, ‘lindungi keluarga kita dengan doa.’ Syukurlah, hal itu tidak pernah lepas dari hidup saya. Tapi, apakah cukup dengan doa saja? Sementara pelaku-pelaku itu kian hari kian bertambah?
Berita-berita pemerkosaan, ibarat warning atau peringatan bagi kita. Di satu sisi, kita akan semakin waspada dan berusaha mencegah agar tidak menjadi korban dengan cara apapun juga. Tapi, disisi lain, seolah-olah para pelaku tindak pemerkosaan ini, seperti mendapatkan ‘cara-cara’ baru untuk melakukan tindakan tersebut. Contohnya, ketika kasus pemerkosaan di dalam angkot baru kali pertama terjadi, tiba-tiba pemerkosaan modus seperti ini menjadi cara baru yang ‘diminati’ para pelaku lainnya. Akhirnya, muncul kasus-kasus serupa yang dilakukan di dalam angkot.
Lantas, cara apalagi yang harus kita lakukan untuk mencegah tindakan pemerkosaan?
Seandainya kita sudah melakukan tindakan pencegahan, seperti : tidak jalan sendirian, tidak memakai pakaian terlalu ketat, transparan atau terbuka, tidak melakukan tindakan yang memancing orang lain berbuat jahat, tidak keluar malam hari, tidak mudah percaya dengan orang lain, dan sebagainya, tapi tetap saja kasus pemerkosaan terus meningkat. Banyak wanita yang takut dipermalukan atau disalahkan, sehingga tidak melaporkan tindakan asusila atau pemerkosaan yang telah mereka alami. Bahkan, menurut berita di situs terkenal Amerika, 1 dari 6 wanita di sana, adalah korban pemerkosaan.
Jadi, apakah kita akan terus dihantui perasaan takut dan was-was di negeri kita sendiri. Apakah kasus ini akan menjadi kasus sambil lalu, atau sekedar ‘sempilan’ berita lain ditengah hiruk pikuk kasus korupsi? Tidak sadarkah hai para pejabat Negara, bahwa kasus-kasus ini kian hari kian bertambah jumlahnya ? Atau karena mereka si pembuat keputusan hukum, belum menjadi korban dari kejadian ini, hingga masih merasa ‘aman-aman’ saja.
Haruskah hukuman mati diterapkan di Indonesia bagi pelaku kasus pemerkosaan? Saya menginginkan hal itu (hukuman mati) terjadi, agar saya merasa aman membesarkan anak-anak perempuan saya, di tanah kelahiran saya tercinta ini.
Salam hangat selalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H