Fenomena femisida: Kenyataan kelam yang menyelimuti perempuan Indonesia. Dilansir melalui Komnas Perempuan, femisida adalah pembunuhan perempuan dengan alasan tertentu ataupun karena ia perempuan, dalam relasi kuasa timpang berbasis gender terhadap pelaku. Femisida, bukanlah isu baru dalam masyarakat kita. Seperti kasus yang terjadi di Surabaya, Jawa Timur pada Oktober 2023 silam, seorang perempuan berinisial DSA (29) tewas dianiaya setelah dipukul dua kali menggunakan botol miras oleh sang pacar.
Baru baru ini kasus serupa di ranah intim juga terjadi di Minahasa Selatan, Sulawesi Utara. Seorang istri berinisial RT (24) ditikam dengan parang pada Jumat, (3/5/2024) oleh suaminya karena mengigau saat tidur. Adapun RM (50), yang dibunuh oleh kekasihnya. Jasad RM kemudian dimasukkan koper oleh pelaku dan dibuang di Cikarang, Jabar, pada (24/4/2024). Pembunuhan terhadap perempuan telah menjadi hal yang semakin mengkhawatirkan, dengan kasus-kasus yang terus meningkat.
Kekerasan tersebut tergolong dalam konteks kekerasan personal yang seringkali dilakukan oleh orang terdekat seperti suami atau pacar. Kekerasan dalam hubungan romansa dan pernikahan mencakup berbagai tindakan yang bisa berupa penganiayaan fisik dan juga tindakan psikologis seperti batasan interaksi, intimidasi, ancaman, kekerasan emosional, dan perendahan percaya diri pasangan. Selain itu, tindakan kekerasan seksual seperti pemerkosaan, pemerasan, dan eksploitasi juga termasuk dalam pola kekerasan ini.
Laporan CATAHU 2024 Komnas Perempuan menunjukkan 2098 kasus aduan ranah personal, yang merupakan kasus tertinggi setiap tahun. Beberapa jenis kekerasan yang terjadi dalam ranah personal termasuk kekerasan oleh mantan pacar, yang tercatat 713 kasus dan merupakan yang paling sering diadukan. Selanjutnya adalah kekerasan terhadap istri (622 kasus) dan kekerasan dalam pacaran (422 kasus). Data menunjukkan bahwa perempuan bahkan mengalami ancaman dan kekerasan di lingkungan pribadi yang seharusnya menjadi tempat yang aman.
Dari kasus hingga tragedi yang terjadi di balik tirai romansa, setiap peristiwa meninggalkan luka yang mendalam.
Faktor Pendorong FemisidaÂ
Menurut Zulaichah, Siti (2022), faktor-faktor terjadinya femisida meliputi ketersinggungan maskulinitas, rasa amarah, tekanan untuk bertanggung jawab atas kehamilan & tanggung jawab materi, penolakan cinta, dan pemaksaan pelayanan seksual. Faktor tersebut saling berkaitan dan sering kali terjadi dalam ranah personal. Setiap komponen faktor menunjukkan dinamika kekuasaan yang kompleks dalam hubungan gender yang tentu merugikan perempuan.
Ancaman Maskulinitas
Pria yang merasa citra maskulinitasnya terancam atau terganggu bisa merasa perlu untuk menegaskan dominasinya melalui kekerasan terhadap perempuan karena tekanan sosial untuk mempertahankan maskulinitas, yang seringkali mendorong mereka untuk mengambil tindakan ekstrim.
Buruknya Pengelolaan Emosi
Faktor terbesar kedua adalah kemarahan yang tidak terkendali. Ketika emosi negatif seperti marah tidak dapat ditangani dengan baik, ini dapat menyebabkan perilaku kekerasan yang berujung pada femisida. Seringkali, emosi ini dipicu oleh frustasi dari kehidupan sehari-hari yang kemudian dilampiaskan pada pasangan atau perempuan yang dekat dengan pelaku.