Mohon tunggu...
aidina fitra
aidina fitra Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis

Menulis untuk mencatatkan sejarah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kopi Gayo Kenikmatan di Balik Derita

11 Oktober 2019   20:07 Diperbarui: 11 Oktober 2019   20:15 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seruputan kopi Gayo yang diseduh dengan air panas yang pas membawa ketentraman yang tak dapat saya ucapkan lagi dengan kata-kata. Apalagi segelas kopi Gayo itu saya nikmati di Kabupaten Bener Meriah, Aceh Tengah, Provinsi Aceh. Kabupaten ini sangat bersejarah dan menjadi saksi kenikmatan kopi Gayo serta penderitaan masyarakat Aceh.

Kala itu tahun 1904, Belanda dan pendatang lainnya menguasai Tanah Gayo.  Dimulai dari  Aceh Tengah yang dijadikan Belanda sebagai Onder Afdeeling Nordks Atjeh dengan Sigli sebagai ibukotanya. Penjajahan di kala itu memang sangat kejam. Seluruh hasil rempah dirampas dan penyiksaan terus berlanjut di Tanah Gayo.

Di sinilah terjadi genosida pertama yang dilakukan Belanda di Indonesia atau Hindia-Belanda saat itu.  Tepatnya 14 Juni 1904, perang Aceh-Belanda meletus. 

Sekitar 1773 laki-laki dan 1149 perempuan dibantai pasukan Gotfried Coenraad Ernst van Daalen atas perintah Gubernur Militer Belanda di Aceh. Dalam catatan sejarah Kempes dan Zentgraaff korban yang dibantai lebih banyak dari itu. Sekitar 4000 orang tewas dalam perang Aceh-Belanda.

Harusnya saya mengingat sejarah ini saat menyeruput kopi Gayo. Namun rasa dari seruputan kopi Gayo membuat saya lupa pada sejarah kelam tersebut. 

Kopi Gayo hanya memberitahu saya tentang kenikmatan dan kehangatan.  Seakan-akan kopi Gayo meminta saya untuk nikmati saja, dan ingatlah kenangan indah serta berbuatlah untuk masa depan.

Saya sempat bertanya pada sang petani dan pedagang kopi di Bener Meriah, Zoel Fakar.  Menurutnya kopi Gayo memang keras dalam prinsip. Jika berbicara tentang kenikmatan maka kopi Gayo akan menjawab. 

Tapi jika berbicara tentang kepahitan, kopi Gayo akan tutup mulut. Pahit, manis dan asam sebenarnya sudah diberikan kopi Gayo dalam setiap seduhan. Rasa-rasa itu kemudian bercampur, dan melahirkan kenikmatan tiada tara walau tak diberi gula sekalipun.

Prinsip yang diberikan kopi Gayo inilah yang membuat Zoel Fakar makin jatuh cinta. Tamat kuliah di keperawatan, harusnya dia sudah bekerja di rumah sakit atau apapun yang berhubungan dengan kesehatan. 

Nyatanya, Zoel Fakar meninggalkan hal tersebut. Dia lebih tertarik merawat kopi Gayo yang ditanam di ketinggian sekitar 1200 meter dari permungkaan laut.

Hasilnya dia berhasil mendirikan usaha kopi yang kemudian diberi nama Country Coffee Roasters.  Setiap bulan, Fakar mampu menghasilkan berton-ton kopi Gayo yang disebarnya ke berbagai penjuru Indonesia. 

Akhirnya saya menyadari, genosida yang menewaskan 4000 masyarakat Aceh tersebut hanya akan menjadi bukti sejarah. Bukti untuk mengenang perjuangan masyarakat Aceh mempertahankan harta dan martabat diri. Bagi penikmat kopi Gayo, sejarah tersebut akan ditutup rapat. Tak akan ada rasa sedih yang diberikan kopi Gayo pada penikmatnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun