Mohon tunggu...
Aidilya Rahma Syafitri
Aidilya Rahma Syafitri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa PKN STAN

Hai guys! Kenalin, nama aku Aidilya Rahma Syafitri, dan biasanya aku dipanggil Aidilya sama temen-temen. Aku merupakan salah satu dari ribuan mahasiswa aktif PKN STAN dan saat ini lagi aktif nulis artikel di Kompasiana untuk memenuhi nilai tugas salah satu mata kuliah di kampus. Aku adalah pribadi yang senang membaca dan menonton podcast, terutama yang berkaitan dengan ekonomi, bisnis, investasi, pajak, dan perkembangan teknologi. Menurutku, topik-topik tersebut adalah topik yang biasa diikuti oleh para Billionaire dan memberikan insight baru yang dibutuhkan dalam mengikuti dinamika globalisasi. Tulisan tentang CFC Rules di Indonesia ini merupakan karya pertamaku di Kompasiana, aku harap tulisan ini bisa memberikan pengetahuan baru dan bermanfaat untuk para pembacaku. Enjoyyy yaa!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Membendung Arus Penghindaran Pajak: Transformasi CFC Rules dalam Sistem Perpajakan di Indonesia

2 Februari 2025   15:56 Diperbarui: 2 Februari 2025   15:56 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Globalisasi ekonomi telah mendorong peningkatan aktivitas bisnis lintas batas, terutama oleh perusahaan multinasional. Dalam upaya memaksimalkan keuntungan, banyak perusahaan mencari cara untuk mengurangi beban pajak, baik melalui metode yang legal maupun agresif. Salah satu strategi yang sering digunakan adalah Control Foreign Corporation (CFC), yaitu dengan mendirikan perusahaan di negara yang berstatus sebagai tax haven untuk menunda atau menghindari pembayaran pajak di negara asal.

Sebagai contoh, sebuah perusahaan wajib pajak di Indonesia, misalnya PT Karya Utama, memiliki 60% saham di sebuah perusahaan di Singapura, sebut saja Globex Corporation. PT Karya Utama akan menerima penghasilan dari Globex Corporation dalam bentuk dividen, yang kemudian akan dikenakan pajak di Indonesia. Namun, seringkali penghasilan ini ditunda atau ditahan di perusahaan pemberi dividen (Globex Corporation). Akibatnya, penghasilan tersebut dikenakan pajak di Singapura, yang merupakan salah satu tax haven country dengan tarif pajak rendah, sehingga Indonesia kehilangan potensi penerimaan pajak.

Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah Indonesia kemudian menerapkan CFC Rules, yaitu aturan yang mengatur pengenaan pajak atas penghasilan dari perusahaan asing yang dikendalikan oleh Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN), meskipun laba tersebut belum didistribusikan sebagai dividen. Tujuan utama dari aturan ini adalah untuk mencegah perusahaan multinasional menunda pembayaran pajak mereka dengan menahan laba di luar negeri.

Apa Itu CFC Rules?

CFC Rules adalah regulasi yang mengatur bagaimana penghasilan dari perusahaan asing yang dikendalikan oleh Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) dikenakan pajak di Indonesia, bahkan jika laba tersebut belum dibagikan sebagai dividen. Aturan ini pertama kali diperkenalkan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan Pasal 18 ayat (2). Namun, ketentuan ini memiliki kelemahan, terutama dalam hal definisi "kontrol". Indonesia menggunakan pendekatan hukum yang hanya mencakup kepemilikan saham langsung lebih dari 50%, baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan Wajib Pajak Dalam Negeri lainnya. Sayangnya, aturan ini tidak mencakup kepemilikan tidak langsung, seperti kepemilikan melalui anak atau cucu perusahaan. Hal ini menyebabkan CFC Rules hanya dapat diterapkan pada lapisan pertama kepemilikan, sementara lapisan kedua dan seterusnya tidak tercakup. Selain itu, CFC Rules di Indonesia hanya berlaku untuk passive income, seperti dividen, bunga, dan royalti, sementara active income tidak termasuk dalam ketentuannya.

Perkembangan CFC Rules di Indonesia

Sejak pertama kali diperkenalkan melalui UU PPh pada tahun 1994, CFC Rules di Indonesia telah mengalami beberapa perubahan penting melalui Keputusan Menteri Keuangan untuk menyempurnakan aturan sebelumnya serta menyesuaikan diri dengan dinamika globalisasi, beberapa perubahan tersebut antara lain:

1. Keputusan Menteri Keuangan No. 650/KMK.04/1994 

  • Menetapkan 32 negara tax haven sebagai target regulasi.
  • Menentukan bahwa dividen dari perusahaan luar negeri harus diakui dalam bulan   keempat atau ketujuh setelah tahun pajak berakhir.
  • Namun, aturan ini masih terbatas karena hanya mencakup kepemilikan langsung dan tidak mengatur kepemilikan tidak langsung.

2. PMK No. 256/PMK.03/2008 

  • Menghapus daftar negara tax haven, sehingga aturan ini berlaku untuk semua badan usaha luar negeri yang tidak terdaftar di bursa efek.
  • Meskipun cakupannya lebih luas, aturan ini masih belum mengatasi penghindaran pajak melalui kepemilikan tidak langsung.

3. PMK No. 107/PMK.03/2017

  • Mencakup kepemilikan langsung dan tidak langsung, sehingga lebih efektif dalam menangkal skema penghindaran pajak berlapis.
  • Memastikan bahwa dividen dari perusahaan asing tetap dikenakan pajak di Indonesia, meskipun laba tersebut belum didistribusikan.

4. PMK No. 93/PMK.03/2019 

  • Mengubah objek penghasilan dari CFC, yang semula mencakup laba usaha setelah pajak, menjadi hanya penghasilan pasif seperti dividen, bunga, sewa, royalti, dan keuntungan dari penjualan aset.
  • Penghasilan pasif ini terutama berasal dari transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa.

    HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
    Lihat Kebijakan Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun