Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, jumlah bank perkreditan rakyat (BPR) dan bank perkreditan rakyat syariah (BPRS) terus menurun. Tercatat hingga September 2021, jumlah BPR dan BPRS di Indonesia mencapai 1.646 unit, terdiri dari 1.481 BPR dan 165 BPRS. Dengan jumlah tersebut, maka tren penurunan jumlah BPR dan BPRS terus berlanjut. Tercatat pada 2016 terdapat 1.799 BPR dan BPRS, kemudian pada 2017 terdapat 1.786 unit, tahun 2018 terdapat 1.764 unit, tahun 2019 1.709 unit, dan pada 2020 sebanyak 1.669 unit.
      Berdasarkan hasil studi yang dilakukan Sotarduga Napitupulu Dan Devy Mawarnie Puspitasari dalam jurnal JURNAL RISET ILMU EKONOMI dengan judul "Model Prediksi Kebangkrutan Bank Perekonomian Rakyat di Indonesia" mengungkapkan bahwa BPR dan BPRS perlu memperhatikan faktor-faktor yang menyebabkan kebangkrutan bank.Â
Bank dapat mengalami kebangkrutan karena berbagai faktor, termasuk kredit bermasalah, manajemen risiko yang buruk, ketidakseimbangan struktural, dan investasi berisiko tinggi. Bank memerlukan manajemen yang efektif dan pengawasan yang cermat untuk mencegah dampak yang merugikan.
      BPR perlu juga memperhatikan faktor kecukupan permodalan, risiko kredit, risiko likuiditas, risiko operasional, strategi manajemen dana, kemampulabaan bank, pertumbuhan kredit dan transaksi off balance-sheet. Studi ini menegaskan bahwa BPR dan BPRS perlu menyempurnakan strategi pengelolaan bisnisnya termasuk yang terkait dengan credit growth (CG) dalam menjalankan fungsi intermediasinya dan efisiensi bisnis.Â
BPR dan BPRS perlu mengoptimalkan efisiensi (BOPO) dan menghindari kredit macet (NPL) serta memberi perhatian pada transaksi OBS dalam meningkatkan kinerja BPR dan BPRS. NIM dan stock cash yang dimiliki BPR dan BPRS tidak menjadi faktor yang menentukan potensi kebangkrutan bank.Â
BPR dan BPRS Â yang menjadi sumber dukungan utama bagi Usaha Kecil Menengah (UKM) perlu untuk dapat bertahan dalam persaingan industri perbankan melalui penerapan prinsip kehatia-hatian dan pemenuhan asas perbankan yang sehat. Kajian ini berguna bagi BPR dan BPRS agar memberi perhatian terhadap risiko inherent yang diteliti pada riset ini dan mengoptimalkan perannya dalam meningkatkan perekonomian lokal dan UMKM.
      Permasalahan BPR dan BPRS pada umumnya akibat terjadinya praktik kecurangan (fraud) yang dilakukan oleh pemilik, karyawan atau pengurus, serta manajemen bank yang masih kurang baik, terutama dari sisi manajemen risiko, permodalan dan kualitas SDM (Suheriadi, 2017).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H