Dalam ekonomi gig, perusahaan tak lagi mengelola pekerja secara tradisional. Mereka hanya mengelola sistem untuk menghubungkan pekerja lepas dengan pekerjaan yang sesuai.
Bukan Lagi Kepemilikan, Tapi Pengelolaan
Dalam ekonomi gig, kepemilikan sumber daya manusia bukan lagi fokus utama. Data dan teknologi jadi aset yang lebih berharga. Platform besar mengandalkan sistem data dan algoritma untuk menghubungkan pekerja lepas dengan pekerjaan yang sesuai.
Data penting untuk memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) dan algoritma dalam mengoptimalkan penugasan kerja.
Contohnya, Sribulancer menggunakan algoritma untuk mencocokkan rating dan profil pekerja dengan proyek yang sesuai. Perusahaan tidak memiliki pekerja. Tapi mengelola sistem yang menyatukan pekerja dengan pekerjaan.
Pengelolaan data tentang kemampuan, pengalaman, dan rating pekerja jadi sangat penting.
Teknologi ini memungkinkan pekerja lepas meningkatkan reputasi lewat rating yang baik. Perusahaan bisa mendapat pekerja yang tepat tanpa harus mempertahankan mereka sebagai karyawan tetap.
Insentif finansial, seperti bonus untuk pekerja dengan rating tinggi, juga mendorong pekerja untuk menjaga performa mereka. Platform hanya menyediakan sarana untuk bertemu antara pekerja dan klien.
Relevansi RBV yang Bertransformasi
Meski ekonomi gig dan RBV terlihat bertentangan, RBV tetap relevan meski telah bertransformasi.
Dalam ekonomi gig, perusahaan masih bisa mengaplikasikan prinsip RBV dengan mengelola sumber daya yang langka dan sulit ditiru. Teknologi dan data jadi sumber daya strategis yang tak mudah ditiru pesaing.
Contohnya, algoritma yang mencocokkan pekerja dengan pekerjaan jadi sumber daya sangat berharga. Teknologi ini memberi keunggulan kompetitif yang tidak mudah diperoleh pesaing.
Selain itu, data tentang pekerja terampil dan kemampuan untuk mengaksesnya juga penting. Makin banyak data yang dimiliki, makin baik kemampuan perusahaan dalam mencocokkan pekerja dengan pekerjaan.