Angka ini jelas menggambarkan betapa besar dampak yang dirasakan oleh mereka yang bergantung pada kantin sekolah sebagai sumber pendapatan utama.
Seperti yang dilaporkan oleh Kompas.com pada 8 Januari 2025, meskipun program ini membawa kebahagiaan bagi siswa, kenyataannya tidak sedikit pedagang kantin yang mengeluhkan sepinya pembeli.Â
Rini, seorang pedagang di SDN 15 Slipi, mengaku harus mengubah dagangan menjadi makanan ringan seperti cireng karena penghasilan dari nasi telah menurun drastis.Â
Hal ini menjadi gambaran nyata bagaimana kebijakan yang bertujuan mulia untuk meningkatkan gizi anak-anak justru menantang ekonomi pedagang kecil yang sudah bertahun-tahun bergantung pada kantin sekolah.
Kebijakan yang Menghadirkan Dilema Ekonomi
Sudut pandang yang diambil dalam tulisan ini lebih berfokus pada dampak ekonomi yang dirasakan oleh pedagang kantin sekolah. Fokusnya bukan pada pro kontra kebijakan MBG itu sendiri, tetapi pada realitas yang dihadapi oleh pedagang kecil.Â
Seringkali kebijakan publik, meskipun bertujuan baik, dapat menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan bagi masyarakat kecil.Â
Dalam hal ini, meskipun program MBG dapat meningkatkan gizi siswa, hal itu tidak serta merta memikirkan kesejahteraan pedagang kantin yang kehilangan pelanggan mereka.
Menarik untuk dicatat, bahwa meskipun pemerintah melalui Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi, seperti yang dikutip RRIÂ pada 7 Januari 2025, mengimbau pedagang untuk beradaptasi dengan menjual makanan sehat yang sesuai dengan tujuan MBG, kenyataannya tidak semua pedagang bisa dengan mudah beralih ke model usaha baru.Â
Tidak semua pedagang memiliki modal untuk melakukan diversifikasi produk atau berinvestasi dalam usaha baru. Beberapa bahkan merasa bingung mencari alternatif pendapatan lain setelah penurunan omzet yang drastis.
Di sisi lain, pemerintah mungkin tidak sepenuhnya salah dalam meluncurkan kebijakan ini. Program MBG adalah langkah penting untuk meningkatkan kualitas gizi anak-anak, yang menjadi salah satu masalah utama di Indonesia.Â
Namun, pemerintah juga perlu mengakui bahwa kebijakan ini telah menimbulkan tantangan tersendiri bagi pedagang kecil.Â