Pendidikan anti korupsi melalui administrasi publik membentuk karakter dan integritas untuk pemerintahan yang lebih bersih.
Korupsi di Indonesia sering kali dianggap sebagai penyakit yang tidak kunjung sembuh. Meskipun sudah banyak upaya dilakukan, baik melalui hukum, kampanye, atau lembaga-lembaga antikorupsi, kenyataannya korupsi masih mengakar kuat dalam banyak sektor pemerintahan.Â
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, apakah langkah-langkah pencegahan yang bersifat represif sudah cukup? Atau mungkin kita perlu pendekatan yang lebih preventif dan fundamental, yang berangkat dari pendidikan moral?
Salah satu solusi yang bisa kita pertimbangkan adalah pendidikan anti-korupsi, yang melibatkan peran besar administrasi publik dalam menanamkan nilai moral kepada masyarakat, khususnya dalam konteks pemerintahan.Â
Sejalan dengan tujuan SDGs 2030, yang menekankan pentingnya perdamaian, keadilan, dan lembaga yang kuat (poin ke-16), pendidikan moral ini berfungsi sebagai fondasi untuk menciptakan sistem pemerintahan yang lebih bersih, lebih transparan, dan lebih stabil.Â
Di sinilah peran administrasi publik sangat vital: tidak hanya sebagai birokrasi yang mengatur, tetapi juga sebagai agen moral yang membentuk karakter bangsa.
Peran Administrasi Publik
Dalam konteks pemerintahan, administrasi publik bukan hanya tentang menjalankan prosedur administratif atau aturan hukum yang berlaku.Â
Lebih dari itu, administrasi publik memiliki tanggung jawab besar untuk menanamkan nilai-nilai moral kepada setiap individu yang terlibat dalam sistem pemerintahan.Â
Masyarakat, dalam hal ini, perlu diyakinkan bahwa pemerintahan yang bersih dan transparan dimulai dari pendidikan yang mengedepankan etika dan integritas.
Pendidikan anti-korupsi harus dimulai sejak dini, bahkan dari bangku sekolah hingga ke dalam struktur pemerintahan itu sendiri.Â