Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... Administrasi - ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Tarif Impor Trump, Langkah Cerdas atau Bumerang Bagi Ekonomi Global?

6 Desember 2024   20:00 Diperbarui: 6 Desember 2024   20:03 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Amerika Serikat Donald Trump berjabat tangan dengan Presiden China Xi Jinping, di KTT G-20 di Jepang (REUTERS/KEVIN LAMARQUE via KOMPAS) 

Pada 2025 mendatang, setelah dilantik kembali sebagai presiden, Trump berencana menaikkan tarif bea masuk impor pada produk dari berbagai negara, termasuk China, Kanada, Meksiko, dan negara-negara anggota BRICS. 

Namun, apakah kebijakan proteksionisme ini benar-benar dapat menguntungkan perekonomian AS, atau justru akan menambah ketegangan global yang lebih besar?

Trump dan Tarik Ulur Tarif Impor

Ketika Donald Trump pertama kali mengungkapkan rencananya untuk menaikkan tarif impor, tujuannya jelas, yakni untuk melindungi industri dalam negeri AS dan mendorong lebih banyak investasi asing. 

Trump percaya bahwa tarif yang tinggi pada barang impor dari negara-negara tertentu akan membuat produk-produk lokal lebih kompetitif di pasar domestik. 

Menurut Business Standard, Trump yakin dengan mengenakan tarif yang lebih tinggi, produk-produk buatan Amerika bisa bersaing lebih baik, karena konsumen AS yang sebelumnya membeli barang impor dengan harga lebih murah, kini akan beralih ke produk lokal yang relatif lebih mahal.

Namun di balik tujuan yang kelihatan sempurna, kebijakan proteksionisme memiliki sisi gelap yang sering kali terabaikan. 

WOLA menyebutkan bahwa tarif yang tinggi juga berfungsi sebagai alat negosiasi dalam perdagangan internasional. 

Alih-alih mendorong negara-negara untuk mengurangi ketergantungan mereka pada AS, tarif yang tinggi justru dapat digunakan oleh Trump untuk memaksa negara-negara tersebut melakukan kompromi dalam perjanjian perdagangan. 

Bahkan China, yang sudah dikenakan tarif hingga 50%, akan menghadapi tambahan kenaikan tarif menjadi 60%. 

Tarik ulur semacam ini memang berfungsi sebagai strategi tawar-menawar, namun apakah dampaknya hanya bersifat jangka pendek?

Menilik Keuntungan dan Kerugian Jangka Pendek

Dalam jangka pendek, kebijakan tarif tinggi ini bisa memberikan keuntungan bagi industri AS. 

Produk lokal jadi punya ruang yang lebih besar di pasar domestik, sementara para investor akan merasa lebih aman untuk menanamkan modal mereka di sektor-sektor yang terproteksi. 

Seperti dijelaskan dalam Harvard Business Review, meski kebijakan proteksionisme Trump menguntungkan bagi produsen dalam negeri, efek negatifnya akan terasa ketika sektor-sektor tertentu yang bergantung pada bahan baku murah dari luar negeri terhambat. 

Misalnya, perusahaan-perusahaan manufaktur yang mengandalkan bahan baku dari China atau negara-negara lainnya akan menghadapi lonjakan biaya produksi, yang akhirnya berisiko meningkatkan harga barang dan mengurangi daya beli konsumen AS.

Peneliti dari New York Federal Reserve bahkan mencatat bahwa kebijakan tarif Trump selama masa jabatan pertama telah merugikan banyak perusahaan AS yang bergantung pada impor. 

Sebagian besar barang yang diimpor dari negara-negara dengan biaya produksi rendah menjadi lebih mahal, dan ini menciptakan dampak berantai dalam perekonomian AS, seperti hilangnya daya saing sektor-sektor tertentu. 

Jadi, meskipun sektor tertentu mungkin mendapat manfaat dari kebijakan ini, sektor lain bisa mengalami kerugian besar.

Reaksi Negara-Negara Terdampak

Kebijakan Trump tidak hanya berdampak pada perekonomian domestik AS, tetapi juga memicu reaksi keras dari negara-negara yang terdampak. 

Sebagai contoh, China, yang menjadi sasaran utama tarif ini, tidak tinggal diam. 

Di WOLA, disebutkan bahwa Presiden Xi Jinping memperingatkan bahwa proteksionisme hanya akan merusak rantai pasokan global yang sudah terbangun dengan baik. 

Hal ini akan menciptakan ketidakstabilan ekonomi yang bisa merugikan banyak pihak, termasuk bagi AS sendiri.

Selain itu, Kanada dan Meksiko, dua negara yang memiliki hubungan perdagangan erat dengan AS, juga sudah mempersiapkan tindakan balasan. 

Pada masa lalu, Kanada sudah pernah memberlakukan tarif terhadap produk-produk AS, seperti whisky dan yogurt, sebagai balasan atas kebijakan tarif yang diterapkan oleh Trump. 

Reaksi serupa bisa terjadi lagi jika tarif dinaikkan lebih lanjut, seperti yang diungkapkan oleh ACSH. 

Namun, meskipun negara-negara ini bersiap untuk menanggapi kebijakan tersebut, mereka juga mengupayakan diplomasi untuk meredakan ketegangan.

BRICS, yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan, serta negara-negara yang terancam oleh kebijakan ini seperti Iran, Mesir, dan Uni Emirat Arab, lebih cenderung melihat kebijakan tarif Trump sebagai ancaman terhadap sistem perdagangan internasional. 

Harvard Business Review mencatat bahwa negara-negara anggota BRICS, yang berencana meninggalkan penggunaan dolar AS dalam perdagangan internasional, bisa semakin memperkuat ide dedolarisasi mereka sebagai bentuk perlawanan terhadap dominasi dolar dan kebijakan proteksionisme ini. 

Jika negara-negara ini mulai beralih dari dolar AS dalam transaksi mereka, dampaknya bagi perekonomian global bisa jauh lebih besar daripada yang dibayangkan.

Pengaruh Terhadap Stabilitas Ekonomi Global

Dampak jangka panjang dari kebijakan proteksionisme Trump bisa jauh lebih luas dari yang kita bayangkan. 

Salah satu risikonya adalah ketegangan geopolitik yang semakin memanas, yang bisa merusak stabilitas perdagangan internasional. 

Dalam US News, dijelaskan bahwa meskipun kebijakan tarif bisa mendatangkan keuntungan jangka pendek bagi AS, dalam jangka panjang, kebijakan ini akan memperburuk hubungan dagang dan memperlemah posisi AS di dunia. 

Perdagangan internasional yang saling menguntungkan akan terganggu, dan negara-negara besar mungkin akan mencari alternatif untuk melawan dominasi ekonomi AS, salah satunya dengan dedollarisasi.

Selain itu, potensi "perang dagang" yang lebih luas akan menjadi ancaman bagi semua negara yang terlibat. 

Sebagai contoh, jika AS dan China kembali terlibat dalam perang dagang yang lebih sengit, ini akan mengguncang pasar global dan menambah ketidakpastian dalam perekonomian dunia. 

Seperti yang diungkapkan oleh Business Standard, sektor-sektor yang mengandalkan perdagangan bebas akan merasakan dampaknya, dan pada akhirnya, ini bisa berimbas pada stabilitas ekonomi global.

Kesimpulan

Menaikkan tarif impor mungkin terlihat seperti langkah cerdas untuk melindungi industri dalam negeri dan menarik investasi asing. 

Namun, seperti yang sudah dipaparkan oleh berbagai analisis, kebijakan proteksionisme Trump berisiko menimbulkan ketegangan internasional yang lebih besar dan merusak stabilitas ekonomi global. 

Meskipun ada keuntungan jangka pendek, dampak jangka panjangnya bisa lebih merugikan daripada yang dibayangkan. 

Negara-negara mitra dagang AS, termasuk China, Kanada, Meksiko, dan anggota BRICS, sudah bersiap memberikan respons. 

Kebijakan ini berpotensi mengguncang sistem perdagangan multilateral dan mendorong pergeseran besar dalam penggunaan mata uang global, seperti dolar AS.

Pada akhirnya, pertanyaan besar yang perlu kita jawab adalah apakah kebijakan ini akan menciptakan kemenangan bagi Amerika Serikat, atau justru akan memicu bumerang yang merugikan semua pihak dalam jangka panjang?

***

Referensi:

  • WOLA. (n.d.). Trump's threats of tariffs as a response to migration and the fentanyl overdose crisis. Diakses dari https: //www. wola. org/analysis/trumps-threats-of-tariffs-as-a-response-to-migration-and-the-fentanyl-overdose-crisis/
  • Business Standard. (2024, December 5). Import tariffs under Trump’s first term hurt US firms: NY Fed analysis. Diakses dari https: //www. business-standard. com/world-news/import-tariffs-under-trump-s-first-term-hurt-us-firms-ny-fed-analysis-124120501430_1.html
  • US News. (2024, December 5). Tariffs under first Trump term hurt US firms, NY Fed analysis says. Diakses dari https: //www. usnews. com/news/top-news/articles/2024-12-05/tariffs-under-first-trump-term-hurt-us-firms-ny-fed-analysis-says
  • Newsweek. (2024, December 5). Winners and losers in Trump’s tariffs: Analysts weigh in. Diakses dari https: //www. newsweek. com/winners-losers-trump-tariffs-analysts-1986411
  • ACSH. (n.d.). Trump tariff policies and impact. Diakses dari https: //stats. acsh. org/story/trump-tariff-policies-and-impact
  • Harvard Business Review. (2024, December 5). What the last Trump tariffs did, according to researchers. Diakses dari https: //hbr. org/2024/12/what-the-last-trump-tariffs-did-according-to-researchers

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun