Siapa yang tak suka menikmati secangkir teh di pagi atau sore hari? Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, teh bukan sekadar minuman, tapi bagian dari budaya dan tradisi yang mengakar.Â
Dari Aceh hingga Papua, setiap daerah punya cara tersendiri menikmati teh lokal.Â
Namun, pada tulisan ini saya ingin memperkenalkan dua jenis teh yang menarik  dari Sulawesi Selatan, yaitu Teh Malino dan Teh Nipah.
Teh Malino: Sebuah Warisan Tradisi
Menikmati secangkir teh bukan sekadar soal rasa, tetapi juga tentang momen dan tempat yang tepat. Bagi saya, momennya adalah senja, dan tempatnya adalah kota Malino.
Menikmati teh di dataran tinggi Malino, sambil melihat matahari terbenam adalah pengalaman ngeteh yang magis dan melankolis. Suasana sejuk dan udara dingin Malino memberikan pengalaman yang berbeda, di mana teh hangat terasa semakin nikmat.Â
Terlebih di akhir tahun seperti sekarng, dimana kabut datang merayap dari lembah, sambil diiringi rintik hujan.
Teh Malino sendiri bukan nama brand, tapi merujuk pada teh yang ditanam dan dipetik di daerah Malino. Sebuah kota berjarak 90 menit perjalanan dari Makassar dan berada di ketinggian 1000 mdpl. Mirip-mirip daerah Puncak lah kalo di Jawa Barat.
Teh Malino memiliki sejarah panjang sebagai salah satu produk unggulan dari Sulawesi Selatan. Terkenal dengan perkebunan teh yang luas, Dataran Tinggi Malino memang sudah lama dikenal sebagai salah satu penghasil teh terbaik di Indonesia.Â
Meski saat ini luas perkebunannya telah berkurang, teh Malino tetap menjadi komoditas teh unggulan yang dihargai di Indonesia.Â
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif periode lalu, Sandiaga Uno, bahkan pernah menyebut teh dari perkebunan Malino sebagai salah satu yang terbaik di Indonesia (Kemenparekraf, 2024).Â
Bagaimana tidak, teh ini memang memiliki cita rasa khas yang sedikit manis dan menyegarkan.