Selain masalah kesejahteraan, kompetensi guru juga menjadi sorotan utama.Â
Berdasarkan data Uji Kompetensi Guru (UKG), rata-rata skor kompetensi guru Indonesia masih jauh dari standar minimum.Â
Bahkan di provinsi terbaik sekalipun, skor rata-rata hanya mencapai angka 60-an. Â
Menurut pengamat pendidikan Budi Trikorayanto, dilansir dari Detik.com, rendahnya kompetensi ini sebagian besar disebabkan oleh sistem pendidikan yang masih "feodalistik."Â
Guru sering kali diperlakukan sebagai narasumber utama dalam kelas, bukan sebagai fasilitator pembelajaran aktif.Â
Padahal, di era digital seperti sekarang, anak-anak memiliki akses ke berbagai sumber informasi yang jauh lebih luas daripada sekadar buku teks atau ceramah guru. Â
Sistem pendidikan kita juga masih terlalu kaku dan massal.Â
Seperti pabrik yang memproduksi barang dalam jumlah besar tanpa memperhatikan kebutuhan individu.Â
Anak-anak dengan bakat dan minat unik sering kali terabaikan karena kurikulum yang seragam dan tidak fleksibel. Â
Mengapa Reformasi Kesejahteraan Guru Mendesak? Â
Dilansir dari Antara (2024), Ketua DPR RI Puan Maharani menegaskan bahwa kesejahteraan guru harus menjadi prioritas utama dalam reformasi pendidikan.Â
Tanpa kesejahteraan yang layak, sulit bagi guru untuk meningkatkan kompetensinya atau beradaptasi dengan tuntutan zaman. Â