Pilkada Serentak 2024 tinggal menghitung hari. Tepat pada 27 November nanti, sebanyak 545 daerah di Indonesia akan memilih pemimpin baru, untuk gubernur, bupati, dan wali kota.Â
Momentum ini adalah bukti kuatnya demokrasi di negeri kita, yang memungkinkan setiap warga menentukan arah masa depan daerah masing-masing.Â
Namun bagi saya, warga Makassar, atmosfer Pilkada kali ini terasa datar. Persiapan ada, tetapi antusiasme di sekitar lingkungan saya justru terasa redup. Kalaupun ada yang terlihat semangat, mungkin itu adalah tim sukses dari masing-masing pasangan calon, yang lagi kejar target.
Apakah ini tanda melemahnya gairah masyarakat terhadap demokrasi lokal? Atau mungkin sosialisasi yang dilakukan masih kurang menggugah? Sebagai warga biasa, saya punya pertanyaan besar, sejauh mana proses ini benar-benar melibatkan rakyat?
Redupnya Antusiasme Â
Di Makassar, suasana menjelang Pilkada hanya tampak dari aktivitas teknis, seperti pembangunan TPS dan pembagian undangan memilih oleh panitia pemilu.Â
Tapi antusiasme warga sekitar nyaris tidak terlihat. Bahkan, obrolan tentang Pilkada kurang terdengar di warung kopi atau pertemuan informal warga lokal. Â
Saya teringat data partisipasi pada Pilwalkot Makassar 2020 yang hanya mencapai 59%. Angka ini jauh di bawah harapan.Â
Kini, untuk Pilkada Serentak 2024, KPU menargetkan peningkatan partisipasi menjadi 65%. Sebuah target yang realistis, tapi tetap lebih rendah dibandingkan rata-rata nasional.Â
Ini menunjukkan bahwa tantangan untuk menggugah kesadaran warga masih sangat besar.
Menurut Intuisi.id, rendahnya antusiasme pemilih seringkali berakar pada kurangnya sosialisasi yang efektif.
Warga tidak hanya butuh informasi tentang waktu dan tempat pemilihan, tapi juga pemahaman mendalam tentang calon dan program mereka. Sayangnya di lingkungan saya, kegiatan semacam itu nyaris tidak ada. Â