Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... Administrasi - ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Gelar Mentereng di Tengah Keterpurukan Lapangan Kerja

14 November 2024   20:00 Diperbarui: 15 November 2024   09:45 443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam beberapa waktu terakhir, publik di Indonesia dikejutkan oleh berita mengenai gelar doktor yang diperoleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia, serta presenter terkenal, Raffi Ahmad. 

Kontroversi ini bukan hanya sekadar tentang gelar akademik, tetapi mencerminkan masalah yang lebih dalam dalam sistem pendidikan kita. 

Gelar akademik seharusnya menjadi cerminan kompetensi dan pengetahuan seseorang, bukan sekadar simbol status sosial. 

Namun, kenyataan menunjukkan bahwa pendidikan tinggi di Indonesia sering kali tidak sejalan dengan kebutuhan pasar kerja.

Pendidikan Tinggi dan Status Sosial

Sejak lama, pendidikan tinggi di Indonesia dianggap sebagai puncak prestasi. Masyarakat percaya bahwa memiliki gelar akademik akan membuka pintu kesempatan kerja dan meningkatkan status sosial. 

Namun, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2023, tingkat pengangguran terbuka di kalangan lulusan sarjana mencapai 5,18%, meningkat dari tahun sebelumnya. 

Hal ini menunjukkan bahwa meskipun banyak orang berlomba-lomba untuk mendapatkan gelar tinggi, kenyataannya tidak semua dari mereka mendapatkan pekerjaan yang layak.

Kita sering melihat politisi dan pejabat publik yang bangga dengan gelar akademik mereka. Namun, pertanyaannya adalah, apakah mereka benar-benar memiliki kapasitas untuk menjalankan tugas mereka? 

Dalam kasus Bahlil Lahadalia, kelulusan yang cepat dan dugaan plagiarisme dalam disertasinya memicu pertanyaan tentang integritas akademik. 

Apakah gelar doktor yang ia peroleh benar-benar mencerminkan kemampuannya sebagai pemimpin? Atau hanya sekadar formalitas untuk meningkatkan legitimasi jabatan?

Kesenjangan antara Pendidikan dan Pasar Kerja

Kenyataan pahit lainnya adalah bahwa banyak lulusan dengan gelar tinggi kesulitan menemukan pekerjaan yang sesuai dengan kualifikasi mereka. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun