Indonesia, negara maritim yang kaya akan hasil laut, justru menghadapi dilema menarik.Â
Mengapa, di tengah melimpahnya ikan segar, pemerintah malah mengusulkan ikan kaleng untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG)?Â
Saya cukup terkejut ketika mendengar berita ini.Â
Mengandalkan ikan kaleng, di negara yang hampir dikelilingi laut, memang terasa sedikit ironis.Â
Tapi, di balik kejanggalan ini, ada alasan praktis yang perlu kita pahami lebih dalam.Â
Ikan Kaleng untuk Daerah Terpencil: Solusi Praktis atau Sekadar Alternatif?
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan bahwa ikan kaleng diusulkan sebagai bagian dari program MBG, khususnya untuk masyarakat yang tinggal di daerah terpencil, jauh dari pesisir.Â
Ada banyak daerah di Indonesia yang terisolasi dari akses laut atau pasar ikan segar. Di sini, ikan kaleng dianggap solusi praktis.Â
Selain lebih tahan lama, ikan kaleng dapat didistribusikan lebih merata ke seluruh wilayah tanpa khawatir cepat rusak, apalagi dengan minimnya rantai pendingin di banyak daerah pedalaman kita.
Bagi saya, solusi ini bisa dimaklumi. Tapi, tetap ada pertanyaan. Apakah ini solusi sementara, atau malah menjadi arah kebijakan jangka panjang yang akan terus-menerus mengandalkan ikan kaleng?Â
Kalau terus begini, apa kita tidak khawatir bahwa kualitas gizi masyarakat menjadi kurang optimal?Â
Ikan segar, tanpa diragukan lagi, lebih baik secara nutrisi. Dan sebagai negara yang kaya akan ikan, haruskah kita terus bergantung pada produk kaleng?