Konten-konten yang berhasil di Indonesia seringkali adalah yang mampu menyentuh sisi emosional dan kultural masyarakat.
Misalnya, video-video reaksi terhadap budaya Indonesia, ulasan makanan lokal, atau eksplorasi tempat-tempat wisata yang belum terlalu dikenal.
Para YouTuber asing ini dengan cerdik mengadaptasi gaya bertutur mereka agar lebih "Indonesia", menciptakan koneksi yang lebih dalam dengan penontonnya.
Bagaimana youtuber asing bertahan hidup dan berkembang?
Adaptasi adalah kunci kelangsungan hidup, dan para YouTuber asing ini memahami betul prinsip tersebut.
Mereka tidak sekadar datang dan membuat konten, tapi benar-benar berusaha memahami dan menyelami budaya lokal. Banyak di antara mereka yang belajar bahasa Indonesia dengan tekun, bahkan sampai fasih berbahasa daerah.
Misalnya, Korea Reomit (Jang Hansol), seorang YouTuber asal Korea Selatan dengan lebih dari 5,3 juta subscriber, terkenal karena kelihaiannya berbahasa Indonesia, doyan makan Rawon, dan sering membahas pertukaran budaya antara Korea Selatan dan Indonesia.Â
Londo Kampung (David Jephcott), seorang YouTuber asal Inggris dengan 4,9 juta subscriber, memukau penonton dengan kemampuannya berbahasa Jawa Timuran lengkap dengan medhok-nya, serta konten yang menggambarkan kehidupan sehari-hari di Jawa.Â
Hari Jisun, YouTuber asal Korea Selatan dengan 3,3 juta subscriber, terkenal karena video mukbang-nya yang menampilkan berbagai masakan Indonesia.Â
Sacha Stevenson, pelopor di kalangan YouTuber asing, bersuami orang Indonesia, memiliki 1,3 juta subscriber melalui konten "How to Act Indonesian" yang menyoroti sisi unik budaya Indonesia dengan humor.Â
Para YouTuber ini sukses menembus pasar Indonesia dengan konten yang dekat dengan budaya dan bahasa lokal.Â
Strategi kolaborasi dengan kreator lokal juga menjadi langkah cerdas yang banyak ditempuh.