Salah satu langkah yang bisa diambil Prabowo adalah mencari mitra pendanaan alternatif dari negara-negara yang telah berhasil menjalankan transisi energi, seperti Tiongkok.Â
Negeri Tirai Bambu ini telah sukses meningkatkan bauran energi bersihnya secara signifikan dalam dua dekade terakhir, dan pengalamannya bisa menjadi cermin bagi Indonesia.Â
Tiongkok bahkan sudah menunjukkan minat untuk mendanai proyek-proyek terkait ekosistem kendaraan listrik di Indonesia, meskipun ini tidak serta merta menyelesaikan masalah utama emisi karbon yang masih bersumber dari pembangkit listrik berbahan bakar fosil.Â
Namun, menggantungkan harapan pada investasi dari negara yang masih aktif dalam pembangunan PLTU di Indonesia tentu membawa kontradiksi tersendiri.Â
Untuk itu, Prabowo harus mampu merancang strategi yang lebih menyeluruh dan kreatif dalam mendanai transisi energi.Â
Mungkin, salah satu caranya adalah dengan menerapkan pajak keuntungan berlebih (windfall profit tax) pada sektor batu bara.Â
Pendapatan tambahan dari pajak ini bisa dimanfaatkan untuk pensiun dini PLTU dan mempercepat transisi ke sumber energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan.Â
Selain itu, menyelaraskan transisi energi dengan agenda hilirisasi mineral juga merupakan langkah yang patut dipertimbangkan.Â
Mengharuskan smelter menggunakan energi bersih bisa menjadi solusi yang menguntungkan semua pihak—bukan hanya membantu mengurangi emisi karbon, tapi juga meningkatkan kualitas hidup masyarakat di sekitar kawasan tambang.Â
Ibarat sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui.Â
Pada akhirnya, kesuksesan Prabowo dalam menjalankan transisi energi tidak hanya ditentukan oleh seberapa cepat ia mampu mengimplementasikan kebijakan-kebijakan baru.Â