Namun, peran radio sebagai hiburan utama tak lepas dari kreativitas para penyiarnya. Ingatkah Anda dengan acara "Catatan Si Boy" yang fenomenal itu? Atau mungkin Anda penggemar setia "Midnight Request"?Â
Program-program radio ini bukan sekadar hiburan, tapi juga menjadi cerminan budaya pop Indonesia kala itu. Mereka membentuk selera musik, gaya berbicara, bahkan cara berpikir generasi muda.Â
Tak bisa dipungkiri, radio juga menjadi media yang mempersatukan. Di era pra-internet, radio menjadi jembatan komunikasi antar pendengar.Â
Melalui program request lagu atau curhat on-air, orang-orang yang tak saling kenal bisa terhubung. Bukankah ini fenomena sosial yang menarik? Bagaimana sebuah alat elektronik sederhana bisa menciptakan rasa kebersamaan yang begitu kuat?Â
Namun, seperti kata pepatah, setiap yang naik pasti akan turun. Seiring berkembangnya teknologi, peran radio sebagai sumber hiburan utama perlahan memudar.Â
Televisi, internet, dan smartphone hadir membawa aneka hiburan baru yang lebih beragam dan interaktif. Akankah ini berarti akhir dari era keemasan radio?Â
Mungkin tidak sepenuhnya. Meski tak lagi menjadi primadona, radio tetap memiliki tempat di hati pendengar setianya.Â
Bahkan di era digital ini, banyak stasiun radio yang berhasil beradaptasi dengan streaming online dan podcast. Bukankah ini bukti ketangguhan media audio tertua ini?Â
Lantas, apa yang bisa kita pelajari dari fenomena radio sebagai sumber hiburan utama di masa lalu? Mungkin ini tentang kesederhanaan yang membahagiakan.Â
Atau mungkin tentang kekuatan audio dalam menciptakan imajinasi.Â
Atau bisa jadi, ini adalah pelajaran tentang bagaimana teknologi, sekecil apapun, bisa membawa perubahan besar dalam masyarakat.Â