Yang tidak kalah penting, tokoh agama perlu mengambil peran dalam rehabilitasi pelaku KDRT. Banyak pelaku yang justru merasa tindakan mereka dibenarkan oleh agama. Di sinilah peran tokoh agama sangat dibutuhkan untuk mengedukasi dan mengubah pola pikir mereka, menunjukkan bahwa kekerasan dalam bentuk apapun tidak pernah dibenarkan oleh agama manapun.
Tentu saja, ini bukan pekerjaan mudah. Diperlukan pelatihan khusus bagi para tokoh agama agar mereka memiliki pemahaman yang komprehensif tentang isu KDRT dan kesetaraan gender. Mereka juga perlu dibekali keterampilan konseling dan manajemen konflik agar bisa memberikan bantuan yang tepat kepada korban maupun pelaku KDRT.
Pada akhirnya, mengatasi KDRT bukan hanya tanggung jawab tokoh agama atau pemerintah semata. Ini adalah tanggung jawab kolektif seluruh elemen masyarakat. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa tokoh agama memiliki posisi strategis untuk menjadi katalis perubahan. Mereka memiliki otoritas moral dan spiritual yang, jika digunakan dengan bijak, bisa menjadi kekuatan besar dalam menciptakan masyarakat yang bebas dari kekerasan.
Sudah saatnya kita menyadari bahwa KDRT bukan sekadar "masalah rumah tangga", tapi masalah kemanusiaan yang mencoreng wajah peradaban kita. Dan sudah saatnya pula tokoh agama mengambil peran lebih aktif, bukan hanya sebagai penjaga moral, tapi juga sebagai garda terdepan dalam mewujudkan keluarga dan masyarakat yang harmonis, setara, dan bebas dari kekerasan. Karena pada hakikatnya, tidak ada agama yang membenarkan kekerasan. Yang ada hanyalah cinta, kasih sayang, dan penghormatan terhadap martabat setiap manusia.Â
Konten ini telah tayang di Aietama.my.id dengan judul "Peran Krusial Tokoh Agama dalam Mengatasi KDRT di Indonesia", Klik untuk baca:
https://www.aietama.my.id/2024/08/peran-tokoh-agama-mengatasi-kdrt.html