Rembagipun Gareng Lan Petruk Ing Tata Krama II dengan kode NB 1625 adalah salah satu manuskrip naskah kuno bahasa Jawa yang telah ditulis sejak tanggal 17 Agustus 1932. Naskah berilustrasi tersebut membahas tentang tata krama atau sopan santun terkait dengan solah bawa (sikap) dan solah tingkah (tingkah laku). Naskah dengan jumlah halaman sebanyak 98 halaman ini disimpan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI). Naskah ini dapat diakses secara daring dengan laman https://khastara.perpusnas.go.id/.Â
Rembagipun Gareng Lan Petruk Ing Tata Krama II dengan kode NB 1625 adalah salah satu manuskrip naskah kuno bahasa Jawa yang telah ditulis sejak tanggal 17 Agustus 1932. Naskah berilustrasi tersebut membahas tentang tata krama atau sopan santun terkait dengan solah bawa (sikap) dan solah tingkah (tingkah laku). Naskah dengan jumlah halaman sebanyak 98 halaman ini disimpan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI). Naskah ini dapat diakses secara daring dengan laman https://khastara.perpusnas.go.id/.Â
Seperti judulnya yakni "Rembagipun Gareng lan Petruk ing Tata Krama II"Â ini diceritakan dua tokoh punakawan, yaitu Gareng dan Petruk yang sedang berdiskusi mengenai tata krama. Perbincangan mereka mengenai dua jenis tata krama, yaitu tata krama dalam berbicara dan tingkah laku yang harus diketahui manusia. Tidak hanya berisi percakapan kedua tokoh wayang, dalam naskah juga memuat ilustrasi-ilustrasi yang memiliki peran penting dalam memberikan pemahaman visual tentang maksud dan pesan yang ingin disampaikan oleh penulis naskah. Sehingga pembaca secara sekilas dapat memahaminya walaupun hanya dengan memperhatikan ilustrasi dalam naskah tersebut.
Naskah kuno Rembagipun Gareng lan Petruk ing Tata Krama II memiliki dua ilustrasi yang menjelaskan secara visual mengenai isi naskah. Kedua ilustrasi tersebut menggambarkan tokoh wayang Gareng dan Petruk sedang duduk berbincang. Pada ilustrasi pertama, digambarkan bahwa kedua tokoh wayang tersebut menggunakan busana modern, yaitu pakaian formal jas berwarna terang. Sedangkan pada ilustrasi kedua, menggambarkan tokoh wayang yang sama menggunakan pakaian adat Jawa.
Ilustrasi dalam seni rupa adalah penggambaran sesuatu melalui elemen rupa untuk lebih menerangkan, menjelaskan atau memperindah suatu teks, sehingga pembaca dapat ikut merasakan secara langsung melalui sifat-sifat gerak, dan kesan dari cerita yang disajikan (Rohidi, 1984). Ilustrasi adalah bentuk ekspektasi dari ketidakmungkinan dan tak ada yang berbeda jauh seperti halnya angan-angan, yang sifatnya virtual atau maya, serta ilustrasi hadir dalam sebagai diverifikasi; tulisan, gambar maupun suara (Fariz, 2009). Ilustrasi merupakan tambahan berupa contoh, bandingan, dan sebagainya untuk lebih memperjelas paparan yang berupa tulisan dan sebagainya (KBBI Daring, 2016). Berdasarkan ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa ilustrasi adalah suatu bentuk penggambaran dari sebuah hal yang masih abstrak secara visual untuk memperjelas maksud dari sebuah berupa tulisan, suara, dan lain-lain.
Dari kedua ilustrasi dalam naskah kuno tersebut, terdapat tokoh wayang Gareng dan Petruk. Apakah itu wayang dan siapakah mereka berdua?.
Wayang dapat diartikan sebagai boneka tiruan menyerupai orang yang digunakan untuk memerankan tokoh pada pertunjukan drama tradisional. Wayang juga merupakan perwujudan akulturasi budaya antara budaya Jawa dengan budaya lain, seperti Islam. Wayang menjadi media penyebaran nilai-nilai Islam di Jawa dan proses ini menunjukkan pluralitas juga toleransi budaya yang melekat pada budaya Jawa.
Cerita wayang memiliki berbagai jenis, salah satunya terdapat cerita pewayangan tentang Punakawan. Punakawan adalah sebutan untuk empat tokoh wayang, yaitu Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong. Keempat tokoh tersebut memiliki peran khusus dan unik dalam cerita pewayangan, karena biasanya digambarkan dengan karakter yang jenaka dengan sifat menghibur dan humoris, namun memiliki berbagai filosofis terutama tentang kehidupan.
Wayang yang terdapat pada ilustrasi dalam naskah kuno tersebut adalah Gareng dan Petruk. Gareng merupakan tokoh punakawan sebagai anak angkat Semar yang mempunyai karakter yang berbeda. Gareng adalah tokoh yang tidak pandai bicara dan apa yang dikatakannya seringkali serba salah. Gareng adalah tokoh Punakawan yang memiliki ketidaklengkapan bagian tubuh seperti halnya Gareng yang mengalami kecacatan kaki, cacat tangan, dan mata (Saputra, 2021). Meskipun demikian, ia tetap bijaksana dan humoris. Gareng sering menjadi sumber tawa dalam pertunjukan wayang. Ia mengajarkan tentang penerimaan diri dan keberanian menghadapi ketidaksempurnaan.
Tokoh berikutnya adalah Petruk. Ia adalah anak kedua Semar yang memiliki tubuh tinggi dan tangan panjang. Ia dikenal sebagai tokoh yang ceroboh dan sering membuat kesalahan, namun Petruk memiliki hati yang baik dan selalu berusaha membantu. Ia mengajarkan tentang kesederhanaan dan kebaikan hati. Apabila dikaitkan dalam ilustrasi yang terdapat dalam naskah kuno ini, maka Petruk dapat diibaratkan sebagai perawakan orang Belanda.