Di tengah hiruk-pikuk Jakarta Timur, berdiri Somalaing Art Studio, sebuah tempat yang menjadi saksi lahirnya karya-karya patung monumental Dolorosa Sinaga. Di sini, Dolorosa Sinaga, salah satu seniman patung terkemuka Indonesia, mengabadikan kisah perjuangan perempuan korban kekerasan negara pada tragedi 1998.
Tragedi 1998 merupakan periode kelam dalam sejarah Indonesia, terutama bagi perempuan etnis Tionghoa. Kekerasan seksual, pembunuhan dan penjarahan mewarnai masa transisi politik saat itu. Pada sudut studio, sebuah patung perempuan berdiri tegak di depan meja kesaksian yang mencuri perhatian kami dengan ekspresi dan postur yang penuh makna. Ia mengenakan balutan
kebaya keemasan dengan sorot mata tajam dan mulutnya yang terbuka seolah terus menyuarakan mereka yang tertindas. Dibuat dari tangan seorang seniman patung ternama Indonesia yaitu Dolorosa Sinaga, karya ini bukan sekadar patung. Karya ini adalah pernyataan tegas, sebuah penghormatan mendalam untuk Ita Martadinata Haryono, seorang aktivis HAM yang tewas tragis
pada 1998.
Melalui cerita di balik karyanya, Dolorosa mengajak kami untuk tidak melupakan peristiwa-peristiwa kelam tersebut. Patung "I, The Witness", Ita yang berdiri di depan meja kesaksian sebagai pengingat bahwa keadilan masih belum sepenuhnya ditegakkan. Karya-karya Dolorosa di Somalaing Art Studio tak hanya berhenti pada patung "I, The Witness". Ada serangkaian patung perempuan lain yang mencerminkan kekuatan, kesedihan, dan perjuangan mereka melawan kekerasan negara.
"Nah itu adalah Ita, perempuan yang pakai kebaya Cina. Dia korban perkosaan massal 1998, dua hari sebelum dia akan dibawa Munir sebagai Ketua Organisasi Orang Hilang Sedunia. Dia sudah dijadwalkan untuk bersaksi tentang pengalaman dia sebagai korban perkosaan massal pada tahun 1998 di depan United Nations High Commission for Human Rights di PBB, New York. Dua hari sebelum berangkat, rumahnya didatangi oleh 'perampok' itu yang dinyatakan oleh pemerintah dan dia dibunuh," ungkap Dolorosa, sang pematung mahir asal Indonesia pada Sabtu, (30/11/24).
Dalam karya-karyanya, ia kerap mengeksplorasi tubuh seorang perempuan sebagai simbol dalam menegakkan keterpurukan menjadi kebangkitan dan kekuatan. Karya Dolorosa mencerminkan perjuangan panjang perempuan Indonesia dalam melawan kekerasan dan
penindasan. Untuk membuat karya-karya, Dolorosa menggunakan media perunggu, tanah liat dan alumunium foil dengan lapisan resin yang membuat karyanya lebih ringan dan elegan, terkhusus pada patung perempuan yang memiliki gestur seperti sedang menari. Pada proses pembuatan patung dari media tanah liat, ia menggunakan dua teknik yakni, menjemur patung di bawah terik
matahari dan menggunakan torch untuk memberikan aksen warna pada karyanya. "Untuk patung yang menggunakan tanah liat butuh proses dijemur di bawah matahari, kalau torch itu hanya untuk memberikan kesan warnanya waktu prosesnya bisa dua sampai tiga hari," ungkap Dolorosa.
Melalui bentuk tubuh, ekspresi wajah, dan gerakan patungnya, ia telah berhasil menghadirkan narasi perlawanan yang tak terucap dalam kata. Selama 40 tahun berdedikasi dalam dunia seni, Dolorosa telah menjadikan seni patung sebagai medium untuk menyuarakan isu-isu sosial dan politik. Ia percaya bahwa seni dapat menjadi alat perlawanan dan penyembuhan. "Art connecting people, seni mengumpulkan atau membuat hubungan pada seluruh masyarakat satu sama lain. Seni menjadi alat jejaring pertemanan, persahabatan, aktivis dan perlawanan pada negara," ujarnya.
Selain patung "I, The Witness", di sudut lain studio terdapat karya-karya patung monumental lainnya seperti "Solidaritas" (2000) yang menjadi simbol pergerakan dan perlawanan ketidakadilan terhadap perempuan yang berada di kantor Komnas Perempuan. Pada karya ini, tampak tujuh perempuan berdiri gagah saling bergandengan tangan, dengan dagu dan pandangan yang dicondongkan ke atas. Karya ini seolah memberikan pesan mendalam di mana kekuatan dan keyakinan percaya diri perempuan terlihat pada ekspresi dan gestur-gestur yang terbentuk. "Saya adalah sebagian dari orang yang mensupport kegiatan-kegiatan Komnas Perempuan sejak berdiri tahun 1998. Di tahun 2000, saya memberikan patung saya "Solidaritas Perempuan" kepada
Komnas Perempuan agar ditaruh di lobby dan itu menjadi ikonnya," ungkapnya.
Somalaing Art Studio bukan sekadar ruang terciptanya seni, melainkan ruang perenungan dan perlawanan. Karya "I, The Witness" dan karya-karya lain di Somalaing Art Studio adalah bukti nyata bahwa seni bisa menjadi alat yang kuat untuk menyuarakan kebenaran dan keadilan. Dolorosa Sinaga telah memberikan suara kepada mereka yang dibungkam, menghadirkan kembali sosok-sosok yang pernah berjuang demi kemanusiaan. Salah satunya karya "I, The Witness" yang terus berdiri tegak sebagai saksi dan pengingat bahwa perjuangan belum berakhir.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI