Pertambahan kasus Covid - 19 di Indonesia terus menanjak dan terus memecahkan rekor. Pada hari Senin (21/06/2021) tercatat tambahan kasus sebanyak 14.536 kasus. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, kasus baru ini membawa total konfirmasi positif di Indonesia menembus 2 juta orang.
Virus Corona mulai menyebar di Indonesia di tahun 2020 dan sangat menggemparkan Indonesia. Adanya pembatasan sosial berskala besar membuat masyarakat susah melakukan aktifitas seperti biasa termasuk dengan kegiatan perekonomian mereka. Pandemi ini membuat keadaan ekonomi di Indonesia tidak stabil termasuk sektor ekspor dan impor karena adanya lockdown.
Ekspor dan impor merupakan kegiatan penting bagi sebuah negara, karena dari kegiatan tersebut negara akan memperoleh pendapatan. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), pandemi ini juga berdampak pada impor migas dan non migas. Dibandingkan dengan tahun 2019 impor migas dan non-migas lebih mengalami fluktuasi pada periode januari hingga juli 2020, seperti ditunjukkan pada grafik berikut ini.
Dapat kita lihat pada grafik di atas, bahwa impor migas jauh lebih kecil daripada impor non-migas. Hal ini dikarenakan sumber daya alam yang sangat terbatas seperti minyak  mentah, hasil minyak dan gas. Pada grafik tersebut terlihat bahwa pada tahun 2019 cenderung lebih stabil dibandingkan pada tahun 2020. Impor migas tertinggi pada Bulan April 2019 dengan nilai USD2.235,4 juta dan terendah pada Bulan Mei 2020 dengan nilai USD657,5 juta. Sedangkan non-migas nilai tertinggi pada Bulan Juli 2019 dengan nilai USD13.770,4 juta dan nilai terendah pada Bulan Mei 2020 dengan nilai USD7.781,1 juta, dan mulai stabil kembali sejak 2021. Untuk impor non migas pada Bulan September 2020 mencapai USD10,40 miliar atau naik 6,18% dibandingkan Bulan Agustus 2020, namun dibandingkan Bulan September 2019 turun 17,94%. Peningkatan impor non-migas terbesar pada Bulan September 2020 dibandingkan Bulan Agustus 2002 adalah golongan mesin dan peralatan mekanis senilai USD104,2 juta (6,28%). sedangkan penurunan terbesar adalah golongan bijih, terak dan abu logam senilai USD24,0 juta (32,77%).
Nilai impor pada Bulan Januari 2020 tidak stabil karena adanya pandemi Covid-19. Selanjutnya penurunan impor paling besar dialami pada Bulan Februari 2020 dan Mei 2020. Penurunan terjadi karena mulai banyak negara yang menginformasikan bahwa negaranya terinfeksi Covid-19, sehingga kegiatan impor maupun ekspor dibatasi. Hal tersebut dilakukan untuk mengurangi risiko penyebaran virus Covid-19.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H