Mohon tunggu...
Aidaa Putri
Aidaa Putri Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswi Ilmu Komunikasi, UPN Veteran Jakarta

aspire to inspire before we expire.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Hampir Setahun #DirumahAja, Menilik Adaptasi dan Efektivitas Sistem Pembelajaran Jarak Jauh

6 November 2020   19:13 Diperbarui: 8 November 2020   18:05 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak awal Maret hingga saat ini, November 2020, seluruh masyarakat diimbau oleh pemerintah untuk melakukan aktivitas #DiRumahAja dikarenakan dampak dari Pandemi Covid-19. Hal tersebut menuntut kita untuk beradaptasi dengan kebiasaan-kebiasaan baru yang tentunya berbeda dari aktivitas biasanya demi keberlangsungan hidup. Salah satu bentuk dari kebiasaan baru tersebut adalah kebiasaan cuci tangan, memakai handsanitizer, serta melakukan berbagai hal lain yang bertujuan sama, yaitu menjaga kebersihan diri dan lingkungan agar terhindar dari virus Covid-19 yang penyebarannya begitu cepat. Tuntutan manusia untuk beradaptasi dengan kebiasaan baru yang juga harus dilakukan ialah mengalihkan produktivitas yang telah menjadi kegiatan sehari-hari seperti bekerja di kantor dan belajar di sekolah atau kampus menjadi sistem WFO (Work from Home)  dan sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).


Peralihan kebiasaan akibat banyaknya resiko untuk melakukan kegiatan secara tatap muka ini menjadi sulit dan terkesan terburu-buru untuk kita terima karena perbedaan kemampuan beradaptasi yang kita miliki. Seperti halnya kegiatan belajar-mengajar tatap muka yang dialihkan ke kanal pertemuan online seperti google meet atau zoom. Di tengah resiko tersebut, pengalihan sistem belajar-mengajar ini tidak serta merta menjadi tanpa kendala. Para pelajar dan juga pengajar harus mampu beradaptasi dengan sistem dan teknis pembelajaran guna mencapai efektivitas dari tujuan pembelajaran. Kebiasaan baru yang dirasa “asing” ini menimbulkan asumsi yang berbeda-beda dari para mahasiswa.


Vania Millenia, seorang mahasiswi Fakultas Kedokteran, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta, merasakan kurangnya rasa excited dalam menjalani pembelajaran secara online dan lebih menyukai pembelajaran tatap muka, terlebih banyaknya kegiatan praktik yang diperlukan di dalam perkuliahan kedokteran membuat sistem online ini menjadi kian menyulitkan. Vania juga mengungkapkan bahwa dengan #DiRumahAja interaksi secara interpersonal dengan dosen maupun teman-temannya kian berkurang. Namun di sisi lain, Vania juga terus berusaha beradaptasi dengan kebiasaan yang baru baginya dan berusaha memotivasi diri dengan terus mengingat cita-citanya untuk menjadi seorang Dokter.


Selain kesiapan diri, mahasiswa juga dituntut untuk memiliki fasilitas elektronik dan internet yang memadai guna menunjang kegiatan Pembelajaran Jarak Jauh. Dilansir dari kemendikbud.go.id, pemerintah berinisiatif memberikan kuota gratis sebanyak 30GB guna menjadi solusi dari permasalahan terkait ketersediaan kuota untuk mengakses internet.  Namun pada eksekusinya, solusi yang diberikan pemerintah tidak serta merta menjawab segala keluhan dan permasalahan yang dihadapi mahasiswa terkait dengan sistem PJJ ini. Seperti halnya yang diungkapkan oleh Rafif Rizqullah, seorang mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UPN “Veteran” Jakarta, “Hambatan utama yang mungkin dirasakan teman-teman yang lain adalah sinyal internet. Kadang dosen lagi menjelaskan, tapi sinyal internet buruk, jadi terputus penjelasannya. Selain itu, kadang ada dosen yang memberikan materi atau tugas aja di classroom, selebihnya bisa hubungi dosen lebih lanjut. Setelah coba dihubungi ternyata jawabnya agak lama. Kalau di kelas kan kita bisa tanya langsung gitu.”. Hal tersebut menunjukkan bahwa internet merupakan komponen yang penting guna menunjang kelancaran dalam pelaksanaan sistem PJJ ini.


Pengukuran tingkat efektivitas sistem PJJ ini rasanya kurang lengkap jika hanya dilihat dari satu sisi saja. Pengajar atau dosen sebagai fasilitator yang dapat mengilhami mahasiswa untuk terus berpikir aktif dan kreatif menjadi komponen yang tak kalah pentingnya. Salah satu dosen perguruan tinggi di Tangerang, Totok, S.E, M.M merasa sektor pendidikan sangat terdampak dengan adanya pandemi Covid-19. Salah satu hambatan yang ia rasakan adalah kesulitan untuk membimbing mahasiswanya dikarenakan perbedaan fasilitas serta konektivitas internet yang dimiliki tiap-tiap individu. Totok, S.E, M.M juga dibuat resah akan kedisiplinan mahasiswa saat proses belajar mengajar berlangsung. Beliau merasa bahwa masih banyak mahasiswa yang kurang memperhatikan materi yang ia sampaikan. Ia juga menyarankan orang tua untuk ikut berperan dalam proses pembelajaran ini dengan memantau kegiatan belajar-mengajar dan memotivasi para mahasiswa untuk terus memanfaatkan beragam referensi penunjang proses pembelajara baik yang sudah disediakan oleh pihak kampus maupun lingkungan sekitar. Beliau juga berharap semoga Covid-19 segera berlalu karena menurutnya teknologi secanggih apapun tidak bisa menggantikan peran para pengajar seperti dosen dan guru.


Proyeksi dari pandemi Covid-19 yang bertajuk #DiRumahAja dalam sektor pendidikan nyatanya masih membutuhkan banyak evaluasi. Disimilaritas fasilitas yang dimiliki oleh masing-masing individu yang kemudian menjadi hambatan dalam proses Pembelajaran Jarak Jauh ini rasanya masih jauh dari istilah tuntas. Penurunan motivasi serta kendala intrinsik lain yang merupakan efek dari proses adaptasi terhadap peralihan normalitas ini juga masih menjadi sebuah problematika. Namun terlepas dari segala problematika yang sedang kita hadapi, kesadaran akan posisi kita sebagai bukan satu-satunya insan yang kewalahan dalam menghadapi pandemi ini menjadi penting untuk dimengerti. Seperti halnya dalam proses belajar-mengajar, kesadaran akan peran masing-masing individu baik pengajar maupun pelajar sangat perlu diimplementasikan secara maksimal. Pengimplementasian peran yang kita miliki di dalam sistem PJJ ini tentunya akan membutuhkan usaha yang lebih. Namun perlu diingat kembali bahwa segala usaha yang kita lakukan merupakan sebuah penunjang dalam proses adaptasi di masa pandemi ini mengingat banyaknya resiko yang harus kita hadapi jika tetap menjalankan perkuliahan secara normal atau tatap muka. Ketimbang memproyeksikan diri untuk larut dalam segala kesulitan yang sedang dihadapi, alangkah lebih baik jika masing-masing dari kita lebih fokus untuk berusaha memanfaatkan fasilitas dan juga potensi yang kita miliki untuk terus berkembang dan beradaptasi dengan keadaan, salah satunya dengan sistem PJJ. Karena dengan menjalani sistem PJJ ini kita juga secara tidak langsung dapat menghambat proses penyebaran virus Covid-19 serta mempercepat keadaan untuk kembali normal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun