Mohon tunggu...
Ahya Sofa Tartila
Ahya Sofa Tartila Mohon Tunggu... Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Syariah dan Hukum Prodi Hukum Keluarga

Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Syariah dan Hukum Prodi Hukum Keluarga

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pentingnya Restu Orang Tua dan Implikasi Dalam Kawin Lari

16 Maret 2025   21:12 Diperbarui: 16 Maret 2025   21:12 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kawin lari adalah praktik pernikahan yang dilakukan oleh pasangan tanpa mendapatkan restu dari orang tua atau wali, dan sering kali dilakukan untuk menghindari berbagai hambatan sosial atau adat. Di Indonesia, fenomena ini memiliki berbagai implikasi hukum dan sosial yang signifikan.

Kawin lari merupakan jenis perkawinan yang terjadi dengan larinya seorang laki-laki dan perempuan dari rumah masingmasing dengan tujuan untukmenikah. Kawin lari bukan berarti kawin sambil lari, melainkan perkawinan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dengan seorang perempuan karena tidak direstui oleh orang tuanya, baik tidak direstui oleh orang tua pihak mempelai perempuan maupun pihak mempelai laki-laki.

Faktor lain yg menyebabkan kawin lari adalah perempuan telah hamil di luar nikah, faktor menghindari biaya pernikahan yang begitu tinggi, dan Faktor budaya atau tradisi adat. Faktor tersebut menjadi alat legitimasi bagi sebuah pasangan untuk kawin lari

Aspek Hukum

Menurut Undang-Undang Perkawinan di Indonesia pada dasarnya kawin lari sebenarnya masih berada dalam kategori kawin siri, karena pelaksanaannya dilakukan secara sembunyi atau rahasia, hanya saja wali nikah dalam hal ini adalah wali yang tidak sah, demikian juga dengan saksi dan pegawai pencatat perkawinanya. Hal ini dapat menimbulkan akibat hukum karena kawin lari selalu mendapati masalah dalam administrasi negara, tidak mendapatkan buku nikah dari KUA, dan negara tidak mengakui kawin lari. Kawin lari tidak mendapatkan layanan publik di instansi pemerintah karena dilakukan tidak sah akibat tidak adanya wali sah, makanya segala bentuk hubungan hukum yang berkaitan dengan administrasi perkawinan tidak dapat dilakukan.

Yang sudah dijelaskan pada undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

  • Pasal 2 ayat (1) dari UU Perkawinan menyatakan bahwa pernikahan sah jika dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku di negara tersebut, baik menurut hukum agama, maupun hukum negara. Oleh karena itu, pernikahan yang sah harus memenuhi ketentuan hukum yang berlaku, termasuk persetujuan wali, keterangan usia, dan pencatatan pernikahan.
  • Pasal 2 ayat (2) menegaskan bahwa setiap perkawinan harus dicatatkan di lembaga yang berwenang, yaitu Kantor Urusan Agama (KUA) untuk pernikahan Islam dan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil untuk pernikahan non-Muslim.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (yang diperbarui dengan UU Nomor 24 Tahun 2013)

  • Pencatatan perkawinan yang sah dilakukan oleh KUA atau Kantor Catatan Sipil sesuai dengan agama masing-masing. Jika perkawinan tidak dicatatkan secara sah, maka akan sulit membuktikan sahnya status pernikahan tersebut dalam urusan administrasi negara, seperti kepemilikan harta, hak waris, dan kewarganegaraan anak.

Kawin Lari dalam Perspektif Hukum Agama

Dalam hukum Islam di Indonesia, pernikahan harus sesuai dengan hukum agama, termasuk mendapatkan persetujuan wali bagi perempuan yang belum menikah. Perkawinan yang dilakukan secara "kawin lari" tanpa persetujuan wali atau tanpa prosedur yang sesuai dengan hukum Islam juga bisa dianggap tidak sah menurut pandangan agama.

Dampak Kawin Lari

Dampak Hukum

  • Status Pernikahan Tidak Diakui: Kawin lari sering kali tidak tercatat secara resmi, sehingga status pernikahan tidak diakui oleh hukum negara. Hal ini dapat mengakibatkan masalah dalam hal hak waris dan hak asuh anak.
  • Risiko Perceraian: Pasangan yang melakukan kawin lari berisiko tinggi mengalami perceraian. Ketidakmampuan untuk menyelesaikan masalah keluarga dan kurangnya dukungan dari keluarga dapat memperburuk situasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun