[caption caption="Desa Sade, Lombok (sumber: www.culianany.com"][/caption]
Bukan hanya bentuk bangunan nan unik, tapi penataan dan keramahan permukiman suku Sasak di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) ini, sanggup membuat kita terkesima. Warga kampung ini berupaya melestarikan kearifan lokal dan bangunan yang telah diwariskan turun-temurun.
Menatap dari kejauhan, ciri bangunan permukiman tampak jelas dengan atap atau jerami yang berwarna kecokelatan dan berjejer tersusun rapi. Lebih masuk lagi ke dalam, bangunan-bangunan memiliki penataan rapi penuh makna yang hingga kini terus-menerus dirawat dan terjaga dengan baik. Di Desa Sade terdapat 160 rumah tradisional yang dihuni oleh 700 kepala keluarga.
Selain Desa Sade, masih ada lagi desa permukiman khas suku Sasak, antara lain Desa Segenter, Desa Rambitan, dan Senaru. Setiap desa ini memiliki ciri khas berbeda antara satu dengan lainnya. Misalkan Desa Senaru, yang terletak di kaki Gunung Rinjani. Kompleks permukiman ini menunjukkan kehidupan guyub, dicitakan lewat penataan seluruh bangunannya menghadap Gunung Rinjani.
Rumah-rumah suku Sasak ditata mengikuti sumbu alam, berdasarkan poros, atas bawah mengikuti bentuk lancip meniru Gunung Rinjani. Semakin ke utara, mendekati gunung, bangunan semakin tinggi dibandingkan rumah yang berada di kawasan bagian selatan. Bangunan teratas adalah rumah adat, melokaq atau mangku. Sementara bagian bawahnya berbaris rumah masyarakat suku Sasak.
Di desa ini, bila hendak memasuki sebuah rumah adat atau bale, kita mendebatkan kain mirip sarung untuk menjaga kesucian bangunan. Saat memasuki bagian bale, akan dijumpai anak tangga berundak tiga. Lalu ruang pertama, terdapat, amen bale- tempat berkumpulnya perempuan, ruang kedua, untuk menyimpan alat masak untuk bahan makanan. Sedangkan di ujung tangga adalah inan bale (Induk rumah).Â
Desa Sade, yang berada di dekat Tanjung Aan, Lombok Tengah ini memiliki makna hunian yang berbeda dengan permukiman yang berada di permukiman Senaru. Meskipun memiliki, inan bale yang dihubungkan dengan tiga anak tangga tangga, fungsi ruang untuk kaum perempuan terutama dalam melindunggi mereka dari upaya penculikan merarik (Kawin Lari).
Atap rumah masyarakat Sasak memiliki bentuk mirip gunung curam yang ditutupi jerami tebal. Dinding terbuat dari anyaman, tereng (bambu), hannya memiliki satu pintu dan tidak dilengkapi jendela. Sedangkan lantai ruangan terbuat dari campuran tanah dan kotoran hewan sapi, sementara abu jerami hasil pembakaran, ditambah getah pepohonan setempat yang semuanya dipadatkan lalu dipoles kotoran kerbau agar mengilap dan memberikan rasa hangat di malam hari.
Perkampungan Sasak dilengkapi lumbung berupa rumah panggung beratap melengkung ditutupi jerami. Agar hewan pengaret (pengembala) tidak merayap naik, bangunan ini dipasanggi piringan kayu besar yang disebutnya jelepeng di atas puncak dasar. Uniknya lumbung padi ini adalah dimiliki secara bersama-sama oleh beberapa kepala keluarga untuk menyimpan hasil panen padi.
Hannya kaum perempuan yang boleh naik ke dalam lumbung, dan hanya pada hari Senin mereka boleh mengambil padi, yaitu sebagai awal hari yang baik menurut kepercayaan mereka masyarakat suku Sasak yang telah lama dipegang teguh.
Bagi siapa pun, yang diundang masuk ke rumah adat Sasak itu adalah pertanda sebuah kehormatan karena aktivitas menerima tetamu dapat dilakukan di Berugak atau Sesangkok (ruang tamu). Silakan menaiki tangga yang jumlahnya selalu tiga buah di rumah Sasak mana pun. Ada tiga filosofi yang terkandung dalam kehidupan suku Sasak, dalam kehidupan kita adalah lahir, berkembang dan mati, juga kelengkapan keluarga terdiri dari ibu, ayah, dan anak.