[caption id="attachment_346293" align="aligncenter" width="448" caption="Pak Mulyadi berfose di kebun Kopi miliknya, Sajang, Kecamatan Sembalun, Lotim (Foto Ahyar)"][/caption]
“Sebentar, jangan langsung di minum. Hirup dulu asapnya, tahan sejenak, lalu hembuskan pelan-pelan. Barulah anda akan benar-benar merasakan nikmatnya,” katanya dengan tenang, ketika kami di petang itu baru saja akan menyeruput kopi hangat yang disuguhkannya. Memang benar, kepulan asap yang membubung dari dalam gelas menebarkan aroma khas yang sangat menggoda. Warnanya cokelat pekat, mendekati hitam.
Tampak endapan berwarna cokelat sedikit lebih muda, memenuhi sepertiga gelas kami. Tidak seperti kopi tubruk pada umumnya yang berwarna hitam dan mengotori gelas, kopi yang kami minum terasa berbeda. “Lihatlah, gelasnya tetap bersih, tidak ada bekas kopi yang menempel.
Ini pertanda kopi murni tanpa campuran beras,” terangnya lagi. Kopi itu, katanya, hanya bisa disangrai oleh orang-orang tertentu, sebab memerlukan cara khusus dan tingkat kematangan tersendiri. “Inilah kopi Arabika Special Tea Rinjani,” katanya lagi dengan ucapan yang mantap.
Ia adalah Amaq Mulyadi (51), ketua kelompok pekebun kopi Khayangan yang berada di Desa Sajang, Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur. Desa itu terletak di lereng Gunung Rinjani, sekitar sepuluh kilometer sebelah utara Desa Sembalun Lawang yang terkenal sebagai sentra pertanian hortikultura di Pulau Lombok.
Siang itu, awal November 2013, kami bertandang ke rumahnya yang berada di pinggir jalan kabupaten. Seusai menikmati kopi tubruk di berugaq, ia mengajak kami berkeliling ke kebun kopi yang terletak di seberang jalan.
[caption id="attachment_346294" align="aligncenter" width="448" caption="Papan Nama Kelompok Tani "]
Di desa itu terdapat kebun kopi yang cukup luas, sekitar 3,5 x 4 kilometer persegi atau 1.400 hektar. Perkebunan itu, kata Amaq Mul, telah ada sejak sejak zaman penjajahan. Penduduk desa Sajang berjumlah sekitar dua ribu jiwa. Sebagian besar memiliki kebun kopi dengan rata-rata luas satu hektar perkepala keluarga. Awalnya masyarakat hanya membudidayakan kopi jenis robusta. Mereka menyebut kopi Robusta dengan sebutan kopi jamaq yang dalam bahasa Sasak berarti kopi biasa.
Belakangan, ketika pasar dunia meminati kopi jenis Arabika, banyak pekebun di sana mengembangkan kopi dataran tinggi itu. Padahal, Sajang termasuk dataran medium dengan tinggi tempat 850 meter dari permukaan laut. Kini, meski tidak ada data pasti, namun Amaq Mul memperkirakan populasi kopi Arabika dan Robusta nyaris sama.
Sebagai petani kopi, Amaq Mul mengakui ia bertani hanya bermodal pengetahuan warisan dari orangtuanya dulu. Begitu juga umumnya semua petani kopi di Sajang. Mereka minim pengetahuan teknis soal kopi. Mereka juga tak terlalu tahu apa yang sebaiknya mereka lakukan pasca panen. Babak baru perkebunan kopi di Sajang belum lama dimulai. Ditandai dengan diundangnya kelompok pekebun kopi Khayangan mengikuti acara seminar Kopi di Jawa Timur pada 2007 silam.
Di sanalah Amaq Mulyadi dan kawan-kawannya berkesempatan memperkenalkan kopi dari Sajang. Pemaparannya berhasil menarik perhatian Pusat Penelitian Kopi dan Kakao di Jember Jawa Timur. Melalui Dinas Perkebunan Provinsi NTB dan Dinas Perkebunan Kabupaten Lombok Timur, Puslit Jember melakukan pendampingan terhadap mereka.
Pembinaan itu antara lain meliputi teknis budidaya, panen, dan pasca panen. Hasilnya memang tidak berbuah sekejap, tetapi setidaknya petani kopi di Sajang mendapatkan hal baru dalam meningkatkan hasil kebun kopi mereka. Seperti pengetahuan tentang tindakan peremajaan tanaman atau disebut rejuvinasi.
Hal yang tak pernah mereka ketahui sebelumnya. Tanaman kopi yang sudah terlalu tinggi dipangkas kira-kira satu meter di atas permukaan tanah. Tunasnya yang tumbuh kemudian disambung dengan pucuk atau entris dari kopi yang sudah produktif. Dengan cara begitu, selain produksi kopi meningkat tinggi, pemanenan sudah pasti lebih mudah karena letak buahnya yang lebih rendah. “Kami terus berharap mendapatkan pendampingan dalam jangka waktu panjang.
Semoga bisa membuat usaha kopi kami maju dan berkembang,” harapan Amaq Mul. Harapan itulah modal besar petani Kopi Sajang untuk mereka segera berbenah meningkatkan pendapatan mereka. Pemerintah wajib terus memberikan dukungan dan perhatian yang berkelanjutan. (Ahyar)
Penulis aktif di Komunitas Kampung Media, Kompasiana.com, ahyarrosi.blogspot.com, @AhyarRos. Awardee Lembaga Dana Penggelola Pendidikan (LPDP).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H