Mohon tunggu...
Ahyar Lany
Ahyar Lany Mohon Tunggu... -

Hidup adalah Pilihan, Maka Jadilah Diri Sendiri

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bisa Dilaksanakan, Tergantung Pemimpinnya

13 Juli 2012   18:29 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:59 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Selama Morowali memiliki pemimpin yang punya kemauan untuk membangun dan kemampuan membaca peluang yang ada di aturan, maka untuk mewujudkan 1 Miliar 1 Desa bisa dilaksanakan. Apalagi Morowali sangat kaya dibandingkan daerah lainnya. Seharusnya Morowali lebih sejahtera dari sekarang”.

Kegiatan Seminar yang diselenggarakan di Gedung Pagombo, Kantor Gubernur Sulawesi Tengah, pada Kamis (12/7) itu, menghadirkan 4 pembicara, yakni, Prof Dr Ir Akhmad Fauzi MSc (Guru Besar Ekonomi Sumberdaya Alam IPB), Dr Tri Hayati SH MH (Hukum Administrasi Negara UI), Sumedi Andono Mulyo PhD (Bappenas RI), dan Prof Dr rer pol Patta Tope SE (Kepala Bappeda Provinsi Sulteng/Guru Besar Fakultas Ekonomi UNTAD Palu). Sedangkan moderator pada seminar kali ini adalah Dr Nur Sangadji dari PPLH Universitas Tadulako.

Dengan kayanya sumber daya alam Kabupaten Morowali dan limpah-ruahnya sumber-sumber lain di luar tambang, maka jika dikelola dengan baik untuk kepentingan masyarakat seharusnya daerah ini lebih sejahtera.

Kesimpulan tersebut adalah salah satu yang terungkap dalam kegiatan Seminar dan Uji Publik yang dilaksanakan oleh Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) Universitas Tadulako, Sulawesi Tengah.

Dalam pemaparan Prof Fauzi menjelaskan, banyak jalan dan cara mengelola sumber daya alam yang dilakukan oleh negara-negara yang memiliki pertambangan, dan itu mengantarkan mereka menjadi negara maju, seperti Amerika, Kanada, Australia dan sebagainya.

Sayangnya, di Indonesia belum ada satu daerah pun yang menerapkan itu. Akibatnya, daerah tidak memperoleh manfaat lebih dari sumber daya yang dimiliki. Jika demikian seakan fenomena “kutukan sumberdaya” (Resource Curse) menjadi masalah yang terus menghinggapi daerah kaya sumberdaya.

“Kutukan sumberdaya ini sebenarnya misleading dalam memahami konteks sumberdaya alam,” katanya.

Pada kesempatan itu, Prof Fauzi memberikan catatan, agar sumber daya alam menjadi anugerah kesejahteraan bukan kutukan atau bencana adalah dengan mendapatkan pemimpin yang berani, punya kemauan kuat dan siap keluar dari kebiasaan orang (out of the box). Karena bagaimana pun, masalah pemerintahan lebih besar dipengaruhi oleh kemauan politik pemimpinnya dalam membuat terobosan-terobosan untuk kesejahteraan.

Sementara itu, Dr Tri Hayati berbicara di wilayah aspek legal. Bagi Doktor dari UI itu, jalan baru atau apa pun bentuk terobosannya tetap harus mengacu pada koridor hukum yang telah diatur oleh negara. Yang sering menjadi kendala di banyak daerah, di mana sumber daya alam tidak menjadi nilai jaminan kesejahteraan adalah kemauan dari pemimpin daerah dalam menggali peluang revenue dari regulasi yang ada.

Lepas dari kekurangan atau keterbatasan Undang-Undang dan peraturan lain yang ada, sejatinya kesempatan menggali peluang dari UU dan Peraturan banyak dan bisa.

Misalnya, dari UU 24/2009, memiliki pokok pikiran; a) Mineral dan batubara dikuasai oleh negara dilaksanakan oleh pemerintah dan pemda bersama dengan pelaku usaha. b) Usaha pertambangan harus memberi manfaat ekonomi dan sosial yang sebesar-besar bagi kesejahteraan rakyat Indonesia. c) Dalam rangka terciptanya pembangunan berkelanjutan kegiatan usaha pertambangan harus dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip lingkungan hidup transparansi dan partisipasi masyarakat. d) Usaha pertambangan harus dapat mempercepat pengembangan wilayah dan mendorong kegiatan ekonomi masyarakat pengusaha kecil dan menengah serta mendorong tumbuhnya industri penunjang pertambangan. e) Pemerintah memberikan kesempatan pada badan usaha yang berbadan hukum Indonesia, koperasi, perseorangan, maupun masyarakat setempat untuk melakukan pengusahaan minerba yang diberikan oleh pemerintah dan/atau pemda sesuai kewenangan masing-masing.

Dengan pokok pikiran semacam itu di dalam UU, maka pemerintah daerah harusnya bisa lebih menggali lagi kemungkinan-kemungkinan revenue. Sehingga, sumber daya alam yang ada dapat dimanfaatkan sepenuhnya untuk kemakmuran daerah Kabupaten Morowali.

Sumedi PhD menjelaskan, skema pendanaan daerah dalam mencapai target pembangunan terutama di daerah yang terdapat tambang. Sumedi juga sependapat dengan pembicara sebelumnya, bahwa sumber daya alam harus menyejahterakan semua masyarakat, bukan hanya kepala daerahnya saja atau keluarganya dan atau partainya saja.

Belajar dari dari negara-negara maju, doktor lulusan Jepang ini menawarkan salah satu cara meningkatkan PAD daerah adalah dengan membuat aktivitas usaha di desa, seperti halnya swasta berusaha. Swasta dalam hal ini asing bisa kuat menancapkan usahanya karena mereka memiliki modal, teknologi dan SDM yang mumpuni.

“Lantas, kenapa tiga syarat itu tidak dibuat dan diberikan kepada masyarakat oleh pemerintah daerah?”ujarnya.

Pemerintah bekerja sama dengan bank sangat mungkin memberikan modal kepada masyarakat. Begitu juga dengan teknologi dan SDM sangat mungkin dihadirkan, sebab Kabupaten Morowali memang benar-benar kaya.

Prof Patta Tope memberikan deskripsi eksisting pertambangan di Sulawesi Tengah dan Kabupaten Morowali. Diakui memang terjadi masalah dalam penerbitan IUP, terlalu banyak tumpang tindih antara satu IUP dengan IUP yang lain di Kabupaten Morowali. Hal demikian ini justeru menghadang pembangunan, selain juga memberi dampak negatif terhadap lingkungan.

Hadir sekitar 400 peserta seminar yang diselenggarakan oleh Universitas Tadulako tersebut. Para peserta terdiri dari kepala-kepala desa, BPD, tokoh masyarakat, mahasiswa, pemerintahan dan aktifis LSM yang berasal dari Kabupaten Morowali sangat antusias dengan seminar tersebut. Masalah tambang memang banyak menjadi perhatian masyarakat Kabupaten Morowali beberapa waktu terakhir.

Antusiasme tersebut terlihat dari banyaknya peserta yang ingin bertanya dan berapi-api dalam melemparkan pertanyaan. Hampir semua pertanyaan memberikan komentar kritis terhadap pelaksanaan pertambangan di Kabupaten Morowali yang selama ini tidak membawa dampak kesejahteraan untuk masyarakat.

Yang menarik, terkait dengan pilkada yang akan diselenggarakan di Kabupaten Morowali, muncul pertanyaan darimasyarakat, “apakah 1 Milyar 1 Desa di Kabupaten Morowali mungkin?” Jawaban dari para pembicara, meski dengan bahasa yang berbeda-beda, tetapi sepakat pada sejauh Kabupaten Morowali punya pemimpin yang memiliki kemauan untuk membangun dan kemampuan membaca peluang yang ada diaturan, maka hal tersebut bisa.

“Lebih-lebih Kabupaten Morowali sangat kaya jika dibandingkan dengan daerah-daerah lain. Seharusnya Kabupaten Morowali lebih sejahtera dibanding sekarang,” ujar Nur Sangadji menutup seminar.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun