NKRI punya konstitusi. Di dalamnya terdapat kesepakatan rakyat Indonesia yang berbeda-beda untuk bersatu memilih presiden berdasarkan suara rakyat terbanyak melalui Pilpres. Hasil hitungan suara rakyat yang jujur dan adil sesuai pilihan atau coblosan rakyat pada 17 April 2019 antara capres sekaligus Presiden Jokowi dan capres Prabowo.
Konstitusi mengamanatkan kepada KPU menyelenggarakan Pilpres jujur dan adil sekaligus penghitungan suaranya yang juga harus jujur dan adil. Tidak boleh menambah suara pada capres tertentu sebaliknya mengurangi suara pada capres tertentu lainnya. Input saja apa adanya sesuai pilihan rakyat. Bahkan tersedia ancaman bagi KPU bila menambah atau mengurangi suara untuk memenangkan capres tertentu.
Jauh2 hari sebelum pencoblosan, KPU sudah menunjukkan keberpihakannya kepada capres sekaligus Presiden Jokowi dengan membuat kisi2 jawaban. Saat penghitungan suara KPU semakin menjad-jadi keberpihakannya kepada capres sekaligus Presiden Jokowi dengan menambah suara 01 sebaliknya mengurangi suara 02.
Kejadian itu berlangsung di banyak TPS di seluruh NKRI dan terjadi tidak sekali atau dua kali melainkan berkali-kali hingga puluhan ribu kali. Karenanya bisa dipastikan dengan cara KPU menghitung begitu maka pada akhir penghitungan 01 meraih suara terbanyak. Berarti capres sekaligus Presiden Jokowi dinyatakan sebagai pemenang Pilpres dan dapat melanjutkan jabatan sebagai presiden dua periode.
Perbuatan KPU merupakan kejahatan luar biasa terhadap NKRI. Melakukan kejahatan menghasilkan presiden inkonstitusional yang bukan berdasarkan suara rakyat terbanyak melainkan berdasarkan hasil hitungan KPU. Padahal konstitusi menetapkan presiden terpilih berdasarkan suara terbanyak dan bukan berdasarkan hitung2an KPU.
Kejahatan luar biasa KPU terhadap NKRI disaksikan ratusan juta rakyat yang berada di TPS masing2. Terlihat bagaimana KPU melakukan penghitungan curang dan bohong terhadap suara2 rakyat yang ada di TPS2. Berakibat hasil hitungan suara rakyat di TPS jauh berbeda dengan hasil hitungan KPU di kantornya. Padahal mestinya hasil hitungan suara rakyat di TPS sama persis dengan hasil hitungan KPU di kantornya. Sebab hasil hitungan KPU harus berdasarkan hasil hitungan di TPS. KPU ikut TPS. Bukan TPS ikut KPU.
Reaksi rakyat yang suaranya dicurangi dan dibohongi KPU adalah marah, kesal dan sumpah serapah. Yang menjadi korban bukan puluhan rakyat tapi seluruh rakyat yang telah bersusah payah mencoblos pilihannya masing2. Jadi ada lebih dari 100 juta rakyat yang menjadi korban dari kejahatan KPU. Belum pernah kejadian begini sebelum2nya. Baru kali inilah KPU melakukan kejahatan luar biasa terhadap rakyatnya dan negaranya.
Sebenarnya sulit dan mustahil bagi KPU melakukan kejahatan luar biasa terhadap NKRI sebagaimana sulitnya dan mustahilnya melakukan terorisme di negeri ini. Hanya gara2 negara absen atau tidak hadir bahkan sebaliknya terkesan membela KPU maka KPU leluasa melakukan kejahatan luar biasa tersebut. Padahal kalau saja negara tidak absen ditunjukan dari kesungguhan Presiden dan Kapolri menjaga keamanan Pilpres niscaya tidak ada seorangpun pejabat2 di KPU berani melakukan kejahatan dengan menambah atau mengurangi suara meskipun hanya satu suara saja.
Kalau negara tetap saja absen terhadap kejahatan luar biasa KPU niscaya kemarahan, kekesalan dan sumpah serapah rakyat yang menjadi korban kejahatan KPU bisa berubah menjadi people power. Â Jutaan rakyat bersatu padu melawan kejahatan luar biasa KPU dengan cara2 yang juga luar biasa. Berlaku peperangan antara kebaikan rakyat versus kejahatan KPU. Hasilnya bisa jadi kebaikan rakyat berhasil mengalahkan kejahatan KPU sebaliknya juga bisa terjadi kejahatan KPU mengalahkan kebaikan rakyat.
Tentu akan bermunculan pahlawan2 yang akan memimpin perlawanan terhadap kejahatan luar biasa KPU. Begitu kejadiannya bilamana kebaikan versus kejahatan mewarnai panggung kehidupan suatu negara. Bisa muncul dari kalangan negara seperti TNI dan Polri. Bisa juga muncul dari kalangan rakyat kebanyakan sebagai pahlawan2 yang tidak dikenal. Berusaha melawan kejahatan luar biasa KPU hingga tetes darah penghabisan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H