Mohon tunggu...
Ahmad Humaidi
Ahmad Humaidi Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Mulai Menulis Dari MEDIA NOLTIGA (FMIPA UI), Sriwijaya Post, magang Kompas, Sumsel Post hingga sekarang tiada berhenti menulis... Menulis adalah amalan sholeh bagi diri dan bagi pembaca sepanjang menulis kebenaran dan melawan kebatilan.....

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Membuka Kotak Pandora Mako Brimob

31 Mei 2018   18:48 Diperbarui: 31 Mei 2018   18:58 1186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lima polisi mati karena dianiaya dan dibunuh para tahanan yang menjadi tersangka teroris di Mako Brimob. Namun hanya satu tahanan yang ditembak mati polisi gara-gara mau merebut senjata polisi. Tapi tahanan-tahanan lainnya yang menganiaya dan membunuh polisi tampaknya tidak dihukum, tidak ditahan apalagi ditembak mati melainkan hanya dipindahkan ke Nusa Kambangan.

Adalah aneh dan janggal kalau polisi menembak mati seorang tahanan yang berusaha merebut senjatanya tapi membiarkan saja tahanan yang bersenjata yang telah menganiaya dan membunuh polisi sebanyak lima polisi secara langsung di tempat kejadian perkara. Padahal dimanapun polisi di dunia pastilah menembak mati tahanan yang bersenjata yang telah menganiaya dan membunuh polisi.

Sebaliknya masih bisa membiarkan hidup tahanan yang berusaha merebut senjata polisi barulah kemudian ditembak mati kalau tahanan masih juga bersikeras merebut senjata polisi mati-matian.

Itu pula yang dilakukan polisi-polisi ketika berada di luar Mako Brimob. Misalnya, polisi-polisi di Mapolda Riau menembak mati orang-orang yang menyerangnya pake pedang. Begitu pula polisi-polisi di Bandung menembak mati orang-orang yang diduga memiliki senjata api dan pisau beracun. Diikuti polisi-polisi di Cianjur yang menembak mati para tersangka teroris yang diikutinya meskipun para tersangka teroris tidak dalam keadaan memegang senjata dan tidak pula menyerang polisi.

Lebih dari itu polisi-polisi di Klaten menganiaya dan membunuh seorang tersangka teroris bernama Siyono meskipun akhirnya diketahui tersangka teroris bukanlah teroris melainkan hanya guru ngaji biasa yang anggota Muhammadiyah. Pihak keluarga korban terus meminta keadilan kepada Presiden dan Kapolri kiranya penganiaya dan pembunuh korban mendapat hukuman setimpal.

Keanehan dan kejanggalan serta tidak masuk akalnya tindakan polisi membiarkan penganiaya dan pembunuh lima polisi di Mako Brimob tampaknya hanya menjadi misteri. Tertutup dan ditutup kasusnya selama-lamanya. Bisa jadi kalau kasusnya dibuka sesuai tuntutan hukum dan keadilan akan sama kejadiannya dengan membuka kotak Pandora. Bakal bermunculan dari dalam kotak Pandora kejahatan-kejahatan lainnya berakibat tidak ada lagi bedanya antara polisi dengan penjahat atau penjahat dengan polisi, keduanya telah menjadi serupa bagaikan dua sisi mata uang.

Kotak Pandora dalam mitologi Yunani tidak dinamakan Pandora melainkan hanya kotak saja. Pandora adalah seorang wanita yang menjadi istri dari seorang lelaki bernama Epimetheus. Pandora melihat ada sebuah kotak begitu indah tertutup rapat sebagai hadiah pernikahannya dari para dewa. Hanya saja dewa yang memberikannya melarang siapapun untuk membuka kotak.

Larangan itu justru membuat Pandora jadi penasaran lalu diam-diam membukanya. Tercium aroma menakutkan. Terdengar suara-suara yang kemudian terbang ke luar dengan cepat secepat kilat tanpa bisa diketahui bagaimana bentuknya.  Tapi Pandora sadar kalau yang ke luar dari kotak adalah sesuatu yang mengerikan karenanya dia segera menutupnya tapi terlambat.

Sejak itu teror demi teror menghantui dunia. Keburukan dan kejahatan telah menyebar ke seluruh dunia. Hanya saja masih ada sesuatu tertinggal dalam kotak yaitu harapan. Harapanlah satu-satunya yang dapat menenangkan segala keburukan dan kejahatan di sekelilingnya bahwa suatu waktu keburukan dan kejahatan akan musnah juga pada akhirnya. Berganti dengan kebaikan dan kemuliaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun