Pilpres di negara2 demokratis merupakan ajang berebut suara rakyat. Setiap capres, timsesnya dan parpol pendukungnya  berusaha meraih suara rakyat sebanyak-banyaknya agar bisa menang suara dan menjadi presiden. Berkampanye kalau capresnya paling hebat, paling mulia dan paling pantas menjadi presiden. Capres-capres lainnya tidak hebat, tidak mulia dan tidak pantas jadi presiden.
Berbagai cara dilakukan setiap capres untuk memenangkan suara termasuk cara2 curang, tipuan, bujukan sembako dan ancaman buat menakut-nakuti rakyat sebagai pemilik suara alias inkonstitusional. Bahkan tidak sedikit calon menganggap Pilpres serupa  pertarungan bebas dan liar serta berdarah-darah menyamai peperangan senjata yang hanya punya satu aturan: hidup menang mati kalah.
Dengan situasi dan kondisi begitu maka siapapun capres yang berebut suara rakyat dalam Pilpres punya kecenderungan berbuat inkonstitusional. Terbukti dari Pilpres ke Pilpres selalu saja bermunculan kecurangan-kecurangan yang hanya sebagian kecil saja masuk pengadilan sedangkan sebagian besar kecurangan-kecurangan lainnya lenyap begitu saja.
Dalam sejarah Pilpres di negeri ini maupun di negeri-negeri lainnya, Pilpres inkonstitusional seringkali  membuahkan perang saudara dari kecil-kecilan hingga besar-besaran layaknya perang senjata. Pihak2 yang dicurangi sehingga kalah suara memerangi pihak2 lainnya  yang menang suara tidak hanya di dalam pengadilan tapi juga di luar pengadilan. Bahkan tak jarang capres yang memenangkan suara secara konstitusional alias tanpa kecurangan pun bisa saja digulingkan pihak militer dengan berbagai alasan yang dicari-cari dan dibuat-buat.
Lain halnya bilamana berebut suara Tuhan dalam Pilpres. Penampilan lahiriahnya serupa Pilpres di mana2 tapi semangat yang menjiwainya berbeda. Semangat berebut suara rakyat untuk menyenangkan manusia yang menjadi capres sebaliknya semangat berebut suara Tuhan untuk menyenangkan Tuhan yang menetapkan manusia dengan fitrah kepemimpinan.
Dalam berebut suara Tuhan setiap capres, timses dan parpol pendukungnya berusaha melakukan usaha-usaha yang diridlai Tuhan. Juga berusaha  jangan sampai usaha-usahanya melanggar larangan2 Tuhan. Berakibat setiap capres tidak ada yang merasa paling hebat, paling mulia dan paling pantas menjadi presiden. Bahkan setiap capres justru merasa capres lainnya yang dianggap lebih pantas menjadi presiden dibandingkan dirinya sendiri.
Kalau situasi dan kondisi sudah begitu tentu Pilpres akan berjalan secara konstitusional. Berbagai kecurangan, tipuan, bujukan dan ancaman dalam Pilpres bisa diminimalisir sekecil-kecilnya. Sebaliknya hal-hal yang konstitusional dimaksimalisir sebesar-besarnya.
Dengan Pilpres yang dijiwai semangat berebut suara Tuhan niscaya tidak akan membuahkan perang baik kecil-kecilan apalagi besar-besaran. Yang ada justru kedamaian. Damai bagi capres-capresnya dan juga damai bagi pemilik2 suaranya. Pun damai bagi negaranya. Modal kepemimpinan yang berpeluang besar membawa suatu negara dan rakyat mendapatkan kesejahteraannya secepatnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H