Secara praksis saya mengenal sosok Rokhmin dahuri dari jauh. Saya juga mengenal dirinya dari surat kabar, tulisannya. Rokhmin itu sabar dan focus. Inilah yang membawanya tetap berada pada edar  sebagai guru besar IPB serta jabatan yang cukup strategis yakni ketua umum Gerakan Nelayan dan Tani Indonesia (GANTI), iapun sangat serius dalam memikirkan masalah-masalah yang ada. Lagi-lagi jika mengikuti konsistensinya dalam tulisan dan gerakannya.
Negara maritim dulu dan esok
Kejayaan persatuan dan kesatuan Indonesia dilahirkan oleh gelora kebaharian, sebaliknya kawasan-kawasan pedalaman agraris mengungkung wawasan berpikir, cenderung membentuk watak kerdil dan kemunafikan akibat tiadanya sentuhan gemuruh gelombang lautan. Maka benar sekali ucapan Pramoedya, Indonesia tak habis-habisnya dirundung masalah integrasi dan tersendat perkembangannya, disebabkan sebagai kekuatan bahari Indonesia sejak merdeka justru selalu diatur oleh kekuasaan di darat dengan watak khasnya yang bukan saja tak kenal, malah meminggirkan masalah kebaharian.
Nusantara menjadi saksi bisu, kehebatan kerajaan besar penguasa arus selatan hingga mampu menerjang penguasa kerajaan utara. Majapahit, menjadi kekuatan maritim terbesar pada abad nya (1350 - 1389 M), mengusai hampir seluruh bagian dari negara Indonesia saat ini, hingga Singapura (Tumasik), Malaysia (Malaya), dan beberapa negera ASEAN lainya. Tapi, itu hanya kisah dongeng masa lalu bagi masyarakat desa saat itu. Kerajaan Majapahit sudahlah hancur dalam perang saudara tak berkesudahan, wafatnya sang Mahapatih Gajah Mada menjadi titik awal, kemudian berturut-turut peristiwa menggrogoti kerajaan ini hingga lenyap.
Fakta sejarah itu rupanya belum cukup kuat untuk mendorong para pemimpin dan calon pemimpin iin untuk bergegas kembali pada jalan yang lurus yakni menjadikan Indonesia Negara maritim. Yakni membalikan apa yang pernah pramoedya ungkap yakni menggerakan anggin dari selatan menuju utara hingga mengusai urat nadi kehidupan bangsa Indonesia.
Mula-mula hal paling mungkin adalah dengan mengubah mental, dari mental agraris menuju mental maritim (bahari) yakni menjadikan maritim titik tolak untuk melakukan lompatan eksponensial. Dalam amatan ini selaras dengan apa yang didengung-dengungkan oleh presiden terpilih Jokowi yakni tentang revolusi mental.
Sehingga dengan kembali kemaritim tidak lagi ada impor garam, pencurian ikan oleh Negara lain, pembangunan mercusuar diperbatasan, rendahnya produktifitas kelautan kita disbanding dengan negaran yang lebih kecil terutama dari segi luas laut disamping masalah sumberdaya manusia yang belum mumpuni. Masalah –masalah ini nampaknya yang menjadi PR besar pemerintahan mendatang  dibawah komando jokowi-jk.
Sebagai warga Negara, melalui media ini saya juga mempunyai usul tentang siapa yang lebih tepat dalam menjabat kementrian tersebut. Lagi-lagi ini sejauh amatan saya sebagai pembaca bahwa dari nama-nama yang sudah bermunculan dan dianggap pantas dan tepat hanya satu yang nantinya akan dipilih, yakni syarat utamanya adalah yang mempunyai mental maritim yang kuat bukan dibuat-buat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H