Pesantren Kilat SMA
Saat duduk dikelas satu, saya pernah mengikuti pesantren kilat dari sekolah. Sekolah mengundang kakak instruktur dari luar. Suasana sanlat sangat monoton. Materi yang disampaikan kurang variatif. Kenapa? Karena dari awal sampai akhir pesantren kilat yang dibahas tentang jilbab mulu. Dan pemaparan mereka tentang jilbab berbeda seperti kajian keputrian yang selama ini saya ikuti. Kami peserta sanlat dianjurkan menyambung pakaian termasuk baju sekolah kami menjadi sebuah jubah panjang. Yang menurut mereka inilah yang dimaksud dengan jilbab. saya merasa ini terlalu ribet. Apalagi saat itu kami masih duduk dikelas satu. Masak iya baju sekolah yang baru harus dirombak menjadi jubah. Banyak biaya! Apa lagi sekolah kami adalah sekolah negeri. Mana mungkin dapat izin memakai pakaian sekolah seperti itu! Saat itu saya berpikir, kenapa mau hijrah aja kok riber banget ya! Karena yang saya pahami selama ini Islam itu sangat memudahkan.
"Sesungguhnya Allah suka kalau keringanan-keringanan-Nya dimanfaatkan, sebagaimana Dia benci kalau kemaksiatan terhadap perintah-perintahNya dilakukan". (HR. Ahmad, dari Ibn ‘Umar ra)
“Allah menghendaki kemudahan bagi kamu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu”. (QS. Al-Baqarah:185)
Menurut saya saat itu, Kenapa yang diajarkan oleh mereka sangat sulit dan ribet?
Usai acara pesantren kilat saya dan teman-teman sering diajak kumpul oleh kakak-kakak instruktur sanlat. Tapi entah kenapa kami dengan kompaknya menolak dan enggan untuk bertemu. Setiap kakak instruktur datang, kami kabur lewat gerbang belakang sekolah. Hal itu berulang sampai beberapa kali. Dan akhirnya setelah beberapa kali dijumpai tak membuahkan hasil. Merekapun bosan dan tak pernah pernah datang lagi kesekolah kami. Afwan... atas kenakalan kami Saudariku...
Mentoring/ Halaqah/ Tarbiyah
Pada saat duduk di kelas 2 SMA, Saya dengan beberapa teman rohis yaitu: Rini, Dessi, Novi, Dian dan Friska dibentuklah grup halaqah. Ini merupakan kelompok halaqah saya yang pertama.
Kami diperkenalkan dengan seorang kakak yang akan membimbing kami. Kakak yang membimbing (murobbiah) orangnya sangat sederhana dan bersahaja. Awalnya sih kami cuek saja. Bahkan sering kali kami yang mengatur kakak itu dalam hal menentukan program halaqah. Tapi kakak murobbiah dengan sabar mendengarkan kami. Tak jarang kami sering kali berkeluh kesah dengan penugasan di halaqah yang menurut kami begitu padat. Seperti: hapalan ayat Al-Qur’an, sholat Dhuha, sholat Tahajud, menghapal hadist Arba’in, dll. Saat itu kami merasa terbebani. Bahkan kami mengkambinghitamkan tugas sekolah, agar hapalan kami tidak di periksa. Hehehe...
Ya, begitulah awal mulanya halaqah saya. Kakak murabbiah dengan sabar membimbing. Selain itu kami juga sering sharing tentang banyak hal. Kakak murobbiah siap mendengarkan kami.
Dari serangkaian halaqah yang kami ikuti, saya sangat tersentuh pada saat kakak murobbiah membacakan do’a robbithoh. Arti dari do’a itu begitu menyentuh buat saya dan juga buat teman halaqah yang lain. Ketika do’a itu dibacakan tidak disangka mata saya berkaca-kaca.
Setelah beberapa bulan kami mengetahui bahwa kakak murobbiah kami merupakan kader dalam partai dakwah yang bernama PKS. PKS merupakan partai Islam yang sangat identik keislamannya dibandingkan partai lain saat itu. Ini saya baca dari beberapa majalah kakak saya yang saat itu sudah menjadi kader.