Mohon tunggu...
Zakki Ardli Ahsani
Zakki Ardli Ahsani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

-

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Gerbong Kereta KPK: Dari Firli Sampai Pegawai Negeri

10 Februari 2024   19:35 Diperbarui: 10 Februari 2024   19:35 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Belum lama kabar penetapan tersangka Ketua KPK aktif 2019-2023, Firli Bahuri, karena dugaan kasus pemerasan yang telah dilakukannya kepada mantan Menteri Pertanian, SYL. Bak dalam suatu rangkaian kereta api yang ditarik oleh sebuah lokomotif, kemanapun masinis membawa lokomotifnya maka gerbong-gerbong yang ditariknya akan mengikuti. Begitu Ketua KPK ditetapka tersangka, menngikuti pula dibelakangnya serentetan kasus yang terkuak di dalam internal KPK.

Satu hal yang menjadi gambaran awal atau bargaining position terhadap Lembaga anti rasuah milik Indonesia ini, yaitu integritas. KPK telah menggambarkan bagaimana nilai-nilai integritas dapat tertanam pada Lembaga ini.

Pun secara harfiah, Integritas merupakan langkah bertindak secara konsisten dengan apa yang dikatakan. Kalau kita memanjangkan singkatan KPK, terdapat 3 huruf dimana 2 huruf terakhir menjadi simbol dalam bertindaknya. 'Pemberantasan Korupsi' tepatnya. Bagaimana mungkin lembaga yang menggiatkan kampanye anti korupsi malah menjadi lahan basah bagi para oknum yang menjadi pegawai di dalamnya. Disebut oknum karena memang pada dasarnya masih ada orang-orang jujur yang bersarang di KPK, entah berapa persennya.

Kasus pemerasan yang dilakukan oleh Ketua KPK terhadap Menteri Pertanian itu merupakan kejadian awal dari beberapa rentetan peristiwa yang kemudian terkuak setelahnya. Jelas ini bukan merupakan suatu kebetulan belaka. Intinya masih ada sekelompok orang yang menyelematkan marwah KPK dari kebobrokan nilai integritas pada diri masing-masing pegawai.

Dewan pengawas KPK yang kemudian menjadi titik awal penertiban etika pegawai KPK mengendus adanya praktik pungutan liar yang dilakukan di Rutan KPK. Logika sedernahanya, rutan KPK adalah tempat bagi tahanan KPK yang merupakan para koruptur yang notabene memiliki harta yang tidak sedikit.

Entah bagaimana awal mula terjadi praktik pungli di rutan, bisa jadi karena banyaknya permintaan dari para tahanan kepada pegawai rutan KPK atau malah pegawai KPK lah yang sengaja memeras para tahanan Rutan KPK untuk memberikan sejumlah uang untuk mendapatkan fasilitas tahanan.

Dewan Pengawas KPK menuturkan bahwa dugaan awal nilai pungli yang terjadi mencapai 4 miliar rupiah yang didapatkan hanya dalam kurun waktu Desember 2021 sampai Maret 2022. Nilai tersebut merupakan nominal yang tidak sedikit, mengingat para pegawai rutan KPK yang diduga melakukan praktik pungli rata-rata melakukan pemberian layanan lebih dan melanggar ketentuan bagi para tahanan.

Dengan melihat praktik pungli dan pemerasan yang dilakukan oleh para pegawai rutan KPK ini menandakan bobroknya integritas yang menjadi lambang utama lembaga KPK. Apabila kita flashback sejenak pada 1 Juni 2021 dimana para pegawai di lingkup KPK beralih status menjadi ASN imbas adanya Tes Wawasan Kebangsaan, yang 'katanya' akan memperkuat lembaga KPK.

Pada saat itu publik sudah merasa ragu apakah dengan alih status pegawai menjadi PNS maka akan membuat kinerja KPK semakin tajam. Bukannya PNS mempunyai tanggungjawab penuh terhadap atasan, lalu siapa atasan KPK?

Alih status pegawai tersebut malah menjadi senjata makan tuan bagi KPK. Lembaga yang harusnya tajam dalam mengusut setiap tindak pidana korupsi yang terjadi di Indonesia, malah mempertumpul sendiri lembaga tersebut dalam segala bidang.

Sekali lagi, tepat pada waktunya kita akan menarik benang merah bahwa alih status melalui mekanisme tes wawasan kebangsaan memang menjadi langkah yang kurang tepat.

Kembali pada pembahasan awal, bahwa dengan adanya praktik pungutan liar ini menjadi pukulan keras penegakan korupsi di Indonesia. Pada gilirannya, KPK memiliki pekerjaan rumah berupa penertiban etika-etika pegawainya yang kian hari kian pudar.

Bagaimana mungkin seseorang penegak hukum bekerja tanpa adanya etika didalam kepribadiannya, mestinya hal itu akan membuat semakin chaosnya KPK di masa yang akan datang. Pun sebelum jauh di masa yang akan datang, minusnya etika pegawai KPK telah terpampang nyata di masa kini.            

Bahwa kerangka dasar perbuatan pemerasan dan pungutan liar yang telah dilakukan oleh pegawai KPK pada prisnipnya dapat dituntut secara pidana. Hal ini sangatlah rasional ketika perbuatan melawan hukum yang terjadi secara massif di Rutan KPK tumbuh subur sejak kepemimpinan Ketum Firli Bahuri.

Pengaruh budaya kerja di KPK yang sedikit banyak dipengaruhi oleh penyidiknya yang berasal dari korp bhayangkara dan ahdyaksa, membuat lembaga KPK menjadi sistem semi komando dimana pasti terdapat pucuk-pucuk tertinggi dalam setiap sub penugasan.

Dengan adanya sistem itu, maka kasus pungutan liar yang telah terjadi di Rutan KPK seharusnya dapat dituntut secara keseluruhan. Namun sampai tulisan ini dibuat, KPK masih mengupayakan adanya sidang etik terhadap puluhan pegawainya. Dari sidang etika tersebut, dapat ditarik beberapa orang yang tergolong aktor intelektual dari kasus ini sehingga dapat diteruskan di jalur hukum pidana melalui penuntutan.

Pada sisi pengawasan, alih status menjadi pegawai negeri merupakan langkah yang kurang tepat. Hal ini dipengaruhi oleh conflict of interest yang selalu terjadi apabila lembaga ini disunat kewibawaannya menjadi lembaga dependen.

Namun sekarang, konfrontasi cicak buaya sangat logis apabila dijadikan analogi di tubuh KPK. Satu kasus yang dialami ketua KPK telah mulai diusut oleh buaya. Posisi yang sekarang, Buaya unggul 1-0 atas cicak.

Pada akhirnya, kejadian ini akan membuat enigma tentang bagaimana sebenarnya kultur yang selalu diterapkan di tubuh KPK? Apakah KPK masih dapat dipertahankan menjadi lembaga penegak hukum yang paling suci? Apakah KPK masih bisa diandalkan dalam memberantas korupsi, di tengah fakta korp bhayangkara yang malah bisa menangkap ketua KPK dan mulai menggiringnya ke penjara dalam kasus korupsi? Semoga Tuhan memberi petunjuk dan jalan yang terang menuju penegakan hukum yang benar-benar bersih dari korupsi, kolusi, dan Nepotisme.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun