Mohon tunggu...
Ahonk bae
Ahonk bae Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis Untuk Perdaban

Membaca, Bertanya & Menulis

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Catatan Kosong 356 Jam Tanpa Apa-apa

8 November 2022   14:58 Diperbarui: 8 November 2022   15:04 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Catatan kosong dalam dinamika kehidupan adalah hal paling absurd yang melekat pada diri seorang yang memiliki hobi menulis, membaca dan bertanya akan fakta serta realitas yang tak terbendung seperti halnya saat ini, dari A sampai Z rasanya ingin di tulis namun animo ini sekali lagi terbendung dengan berbagai alasan yang sebenarnya bukan sesuatu yang prioritas dalam skema hobi ini.

Ada sekian pertanyaan dan sekian key word baru yang ditemukan disertai diksi yang asik dalam dunia kepenulisan, jawabanyang belum ditemui pada waktu lalu, jawaban yang tidak serta merta muncul dengan sendirinya dan jawaban tak pasti dari kegelisahan-kegelisahan yang lalu dan berlalu begitu saja. Sederet konflik dan sederetan wacana yang hanya tinggal sebuah rencana tanpa adnya eksekusi yang memiliki keberlanjutan seperti hanlnya waktu lalu dengan segala 'konsep hidup' yang di asumsikan 'matang' namun kini sebaliknya ia malah semakin menantang.

kembali bercermin, melakoni tahapan kontemplasi yang tak membuahkan apa-apa serta hanya mendapat tatapan kosong tanpa isi, apalagi esensi. Pada pagi menjelang siang menuju sore dan berlabuh kembali pada malam dengan gulita belumlah mendapatkan gurita yang dimaksud. Kemana diri? Pergi dalam pekat atau terkikis waktu?

Jika jiwa menanyakan perihal rindu maka ialah harus menjelma sebagai dendam, kembali, harus segera menemui puncaknya yang tak lain adalah pertemuan jemari dan sederetan ide yang mengalir dalam nada marah laiknya gemuruh yang datangkan hujan. Silahkan hakimi rindu yang hanya berani bersembunyi di balik waktu menuju sepi serta bermuara pada hampa. Siapa mampu kuasai diri? Bukankah diri yang sudah sepatutnya kuasai, bukan ke-diri-an dalam kubangan ego yang jumawa.

Kemudian mempersiapkan waktu adalah hal yang sepatutnya mempersiapkan indikator-indikatir dari waktu itu sendiri, silahkan marah dan caci maki diri, bahwa kamu adlah pecundang yang hanya memimpikan pemenang tanpa melakukan apa, bahkan dalam dunia fiksi sekalipun tak pernah ada. Baca kemali apa yang telah terlewati, bukan kembali, tapi hanya mengingat dan segera berlari meraih halyang terlewat untuk segera melampaui mimpi dan segera bangun dari sebuah tidur panjang tanpa menghasilkan apa ini.

Sudah berapa mimpyang terlewat dan sudah berapa harapan yang lalu berlalu begitu saja? Kebodohan dan watak pecundang yang terus menguasai selalu saja menjadikan diri menjadi kerdil sehingga untuk melampaui mimpi pun tak pernah terjadi, ingat lagi apa yang pernah dan lakukan apa yang sepatutnya dilakukan untuk mimpi itu, sebab tiada yang mampu membeli sebuah mimpi kecuali diri, jiwa, akal dan hati yang saling berkolaborasi menjadi satu kesatuan yang utuh dalam berlari menggapainya.

Secangkir kopi hanya menjadi teman kala sepi, uapnya hanya mengepulkan mimpi-mimpi palsu tak berkesudahan, dilakoni dari hari menuju bulan-bulan yang teramat membosankan tanpa sebuah catatan. Kemana senyawa kopi dan nikotin pergi? Ia yang selalu mencairkan isi kepala dan memaksa jemari menari dengan kata menjadi frasa menuju kalimat yang memuaskan libido kepala. Kini pergi tanpa kabar dan hanya menyisa rindu menderu, lagi.

Ini bukan sekedar adaptasi fisiologis yang harus menyesuaikan fungsi organ tubuh yang tujuannya sekadar untuk bertahan hidup dari waktu ke waktu namun tak bertuan. Istilah introvert memang terdengar mengasikkan saat semua sibuk dengan dunia masing-masing dan diri masih terjerembab dalam ilusi-ilusi yang tidak pernah berhenti. Menutup diri dari sebuah identitas diri adalah hal yang paling menyebalkan dalam derap langkah yang seharusnya maju namun berjalan di tempat pun dirasa tak mampu, tergerus.

Menasehati diri setiap waktu agar kembali pulih dan segera bangkit adalah hal paling sulit, berkali-kali namun harus terjatuh kembali dalam kubangan lamunan kosong dan tatapan hampa yang tak berisi apa-apa, meski di luar sana ingar-bingar terjadi, segala perkara yang menjelma menjadi fenomena namun diri hanya diam menyaksikan tanpa melakukan apa, sekadar menulis refleksi barangkali, nihil.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun