"Yang hancur itu dulunya Taman Kanak-Kanak (TK) sekarang tidak digunakan lagi cuma kami kan kekurang kelas, kekurangan ruangan. Kelas itu ada 1 sampai 6, ruangan hanya ada 3 jadi kalau itu bagus bisa dimanfaatkan tapi karena tidak ada renovasi terpaksa kami gabung perkelasnya. Hancur, inilah karena banjir rob ini, apalagi nanti kalau angin itu kencang habislah seng-seng itu berterbangan, itukan karena angin makanya hancur gitu," terang Hayati.
Putra warga desa Bandar Rahmat yang kesehariannya sebagai nelayan menceritakan hal yang sama bagaimana dulunya kondisi bibir pantai jauh dari permukiman warga. Menurutnya gelombang pasang air laut dan tiupan angin barat  mengakibatkan abrasi.
Lanjut Putra, tiap air pasang maupun banjir rob melanda juga turut menggangu aktifitas warga di desanya. Sementara anak-anak  memilih untuk tidak bersekolah.
"Pantai ini dulu jauh ke depan, semakin hari tiupan angin barat itu mengikis lalu abrasi hancurlah ini akses jalan masyarakat. Kalau banjir anak-anak disini enggak mau sekolah, nunggu air surutlah, guru guru juga gitu. Kalau banjir rob di jalan putus itu bisa sepinggang kalau anak-anak tenggelam. Kalau mendesak misalkan sakit ataupun kemalangan nunggu surutlah, kalau mau cepat naik sampan tambanglah," ucap Putra.
Banjir rob nyatanya mengkhawatirkan para warga tidak terkecuali Putra, saat banjir melanda dirinya merasa was-was akan keselamatan anaknya.
"Yang namanya anak-anak kalau banjir itu kegembiraan untuk dia, kekhawatiran untuk kita," terangnya.
Banjir rob nyatanya menjadi persoalan serius  yang sampai kini belum ada solusinya, meski  upaya membangun tanggul untuk menghalangi banjir rob masuk ke permukiman warga dan sekolah, namun upaya itu belum maksimal.
Banjir berkepanjangan jelas menggangu hajat hidup warga desa Bandar Rahmat, kondisi rata rata penduduk yang merupakan kalangan menengah ke bawah, makin terpuruk karena lingkungan yang kurang sehat. Akibatnya, kerap ditemui anak-anak yang menderita sakit kulit, demam malaria dan ada juga kasus anak stunting akibat kurang gizi seimbang.
Sementara itu pengikisan bibir pantai disebabkan oleh tenaga gelombang laut arus laut dan pasang surut yang terjadi setiap hari.
Dari data Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) maritim Belawan mencatat pada periode April-Mei 2023, banjir rob setidaknya telah menerjang kawasan pesisir pantai Sumatera Utara lebih dari sekali.
Banjir rob mulai menggenangi permukiman masyarakat sejak pukul 11.00 WIB dan surut sekitar pukul 16.00 WIB dengan ketinggian air mencapai 30-50 sentimeter.