Mohon tunggu...
Ahmed Rumalutur
Ahmed Rumalutur Mohon Tunggu... -

Penikmat nihilisme, metafisika Schopenhauer dan musik Wagner!

Selanjutnya

Tutup

Money

Kemiskinan Maluku, Konflik Identitas dan Politik Lokal

9 Februari 2018   15:29 Diperbarui: 9 Februari 2018   16:34 1670
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.indonesiakaya.com

Menyoal perbincangan kemiskinan di Maluku, saya tertarik dengan kajian Yogi Vidyattama, senior Research Fellow, Sosial dan Ekonomi di Universitas Canberra, Australia. Temuan Vidyattama saya tulis kembali, mengingat keilmiahan dan revelansinya terhadap wacana kemiskinan yang makin dipolitisisasi, sehingga kita  sebenarnya tidak lagi menyoalkan kemiskinan itu sendiri melainkan terjebak pada agitasi elite politik tertentu.

Pertanyaan yang saya ajukan adalah: apakah angka kemiskinan di Maluku tinggi? Jawabannya benar, lihat hitung-hitungan BPS periode 2014-2017. Tapi penyajiaan data tentang angka kemiskinan meskinya dibandingkan secara periodik (year-on-year) sehingga performa ekonomi bisa diukur secara akurat, sementara perhitungan Badan Pusat Statistik (BPS) tidak menempatkan Maluku sebagai special casedengan demikian perhitungan yang dilakukan menempatkan Maluku sejajar dengan provinsi lain yang tidak mengalami konflik lokal. Bagaimana konflik lokal mempengaruhi perekonomian di Maluku dan bagaimana perekonomian Maluku jika konflik tidak terjadi? Jawabannya bisa dilihat pada temuan ilmiah Yogi Vidyattama yang akan dijelaskan pada bagian bawah.

 Angka Kemiskinan

Jika kita lihat data BPS, ada tren penurunan presentase kemiskinan di Maluku dan Papua pada tahun 2017 meskipun masih bertengger di posisi teratas. Penurunan ini hanya bisa dilihat jika kita membandingkannya dengan angka presentase kemiskinan periode sebelumnnya.  Data tentang angka kemiskinan ini  saya kutip dari situs online tirto.id yang sumber aslinya berasal dari Badan Pusat Statistik (baca).

Data Maret 2014, menyebutkan presentase kemiskinan di Maluku dan Papua sebesar 23,15 persen dengan presentase penduduk miskin nasional 11,25 persen. Pada periode serupa tahun 2015 presentase kemiskinan di Maluku dan Papua sebesar 22,04 persen dengan presentase penduduk miskin nasional 11,22 persen.  Angka kemiskinan di Maluku dan Papua periode 2014-2015 mengalami penurunan 1,11 persen. Kemudian, data Maret 2016 menunjukan presentase penduduk miskin di Maluku dan Papua mengalami kenaikan 0,05 persen yakni sebesar 22, 09 persen dengan presentase kemiskinan nasional sebesar 10,86 persen. Sementara, pada November 2017 presentase penduduk miskin di Maluku dan Papua kembali turun sebesar 0,86 menjadi 21,23 persen. BPS Maluku mencatat, pada periode Maret--September 2017 indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan kemiskinan (P2) menunjukan kecenderungan menurun. Ini mengindikasikan pengeluaran penduduk miskin semakin dekat di bawah garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga berkurang. (Baca)

Fluktuasi angka kemiskinan di atas disebabkan oleh beberapa masalah yang tidak mudah ditangani oleh pemerintah Maluku, misalnya kondisi geografis, kualitas SDM, infrastruktur, pendanaan dan pemberdayaan ekonomi lokal.

Pengaruh Konflik Lokal dan Krisis Finansial  

Dua variabel penting yang mempengaruhi angka kemiskinan di Maluku adalah konflik lokal yang berlangsung lama pasca 1999 dan krisis finansial di Asia. Namun, yang menjadikan Maluku sebagai special case dibandingkan provinsi lain adalah perekonomian Maluku tidak hanya dipengaruhi oleh krisis finansial di Asia tapi sekaligus konflik lokal yang brutal yang menelan korban hampir 5.000 jiwa serta ratusan ribu orang kehilangan tempat tinggal. 

Konflik telah membuat kondisi perekonomian Maluku rapuh, sehingga menurunkan kepercayaan berbisnis dan investasi yang berpengaruh terhadap kesempatan kerja di Maluku. Krisis ekonomi pada akhir 1990-an turut memberikan efek domino terhadap sebagian besar provinsi di Indonesia terutama pada sektor kontruksi, manufaktur dan perbankan, krisis ini mengakibatkan pemutusan hubungan kerja dalam skala besar dan memicu tingkat pengangguran hingga mencapai 20juta pekerja di Indonesia. (Baca: krisis ekonomi 1998).

Dalam kajiannya tentang "Konflik Lokal dan Ekonomi: Pelajaran dari Maluku".  Yogi mengukur perekonomian Maluku dengan membuat klasifikasi antara Maluku sintesis dan Maluku aktual. Hasil dari pengukuran ini memberikan gambaran bagaimana dampak konflik lokal di Maluku mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Yogi memperkirakan pertumbuhan ekonomi di Maluku bisa mencapai 60,3 persen di tahun 2011 jika konflik lokal tidak terjadi pada era awal reformasi. (Baca)

Untuk memahami lebih jelas, apa yang dimaksud dengan Maluku sintesis saya mengirimkan email singkat kepada Yogi Vidyattama, berikut jawabannya:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun