Mohon tunggu...
Ahmed Tsar Blenzinky
Ahmed Tsar Blenzinky Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger | Content Creator | Sagitarius

Co-Founder BRid (Blogger Reporter Indonesia) | Sekarang Lebih Aktif di https://ahmedtsar.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ceracau Arca di Tengah Kota

29 Juli 2010   13:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:28 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sekali Lagi Tentang TIM: Taman Izinkanku Mencintaimu #1

sumber : www.primaironline.com

Taman tua di tengah kota masih saja menggugurkan keramahan, padahal banyak tangan menjamah auranya. Tangan kumal, kusam, kotor, kelam, kasar, kampungan, kumuh dan kosong. Kosong paling banyak di sana, mencoba menceritakan jejak-jejak peradaban. Tetap saja disebut taman, walau tak ada hamparaan keharuman. Harum belum tentu mewangi, coba endus asap-asap yang menguar dari kolong yang bergerak.

Suatu hari arca yang telah dipenuhi jelaga itu akan tersenyum. Berkat namanya bukan karena tanggannya. Yang perlu dicerna, senyum itu akan bertanya tidak? Bertanya tidak sulit karena arca selalu ditemani Harut Marut. Harut di kiri, Marut di persimpangan. Apa karena kutukan namanya, ia menjadi arca? Sabar ya, tunggu, pasti Harut Marut akan menjawabnya.

Tahukah engkau siapa Harut Marut? Terlalu, bukankah tangan sucimu yang diam-diam membuangnya di taman tua. Diam-diam menggelegar, mau merangkak, urung, berbalik menggelepar. Lalu sekarang menjadi benih kembali. Itulah Harut Marut yang kandas meretas. Percayalah, arca berjelaga itu akan mengeraminya karena ia terbiasa mencintai aura-aura yang terbuang percuma.

Kuasa Seribu Caci-Maki #2

Masih tentang taman tua yang kandungnya sudah tak kuat mengasuh seribu caci-maki. Mari menggurutkan peta taman tua itu. Di kiri ada tawa, di kanan ada derita, di sana ada resah, di sini ada gelisah. Cukup dulu, sudah ketemu seribu caci-maki itu? Kalau belum, mari menyusun peta baru, patokannya ada di arca.

Taman tua, apakah engkau tersinggung? Apa gunanya engkau marah, terserah kami, seribu caci-maki memang sudah tak lagi ditemukan di sini. Seharusnya engkau tersenyum karena kemewahan sudah kuberi. Kami akan mencari pada otak kami sendiri. Peta usang sudah kubuang karena otak kami adalah buana. Mau bukti? Jangan menangis taman tua, ruang-ruang lebarmu masih tetap berfungsi kok.

Ini buktinya, seribu caci-maki sudah kami temukan. Jangan menyepelekan kami hanya karena ruang imaji kami jadikan topeng. Taman tua, boleh arcamu kupasang topeng? Tentu saja kacamata dan peci arcamu, harus kulepas dahulu. Masih ganteng kok. Bahkan tambah tampan karena karena topeng kami ada jejak-jejak seribu caci-maki.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun