Mohon tunggu...
Ahmed Tsar Blenzinky
Ahmed Tsar Blenzinky Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger | Content Creator | Sagitarius

Co-Founder BRid (Blogger Reporter Indonesia) | Sekarang Lebih Aktif di https://ahmedtsar.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Esai: Muak, Cuek Bebek dan Tak Berdaya

30 Maret 2011   04:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:18 772
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tengoklah Keadaan Negara Lemah Ini Pada Lingkungan Sekitar Kita Masing-Masing



[caption id="attachment_97687" align="alignleft" width="300" caption="Ilustrasi: sumber dari Amazon.com"][/caption]

Apakah kalian yang tinggal di Indonesia merasakannya juga? Merasakan kegalauan segelintir intelektual yang bertesis, saat ini Indonesia sedang pada tahap negara lemah menuju kegagalan. Indikasinya jelas, korupsi menggurita dimana-mana, nepotisme berkembang biak menjadi jamur-jamur mafia, politik uang mendominasi birokrasi negara sampai pada ketidakpedulian para pemimpin pada rakyatnya.



Lihat saja media-media televisi yang sering menayangkan kasus-kasus seperti itu. Kita sebagai pemirsanya sampai-sampai kebingungan mengikuti rentetan masalah yang tiap hari ada saja yang terbaru. Bingung mengikuti, eh walaupun diikuti suatu kasus, tiba-tiba kasus tersebut entah lenyap kemana. Akhirnya yang mengikuti juga kebingungan.



Apa yang kalian rasakan? Empati, simpati, muak atau cuek bebek karena sudah kebal dengan berbagai carut-marut masalah yang sama. Bagi rakyat kebanyakan, untuk berempati apalagi bersimpati mungkin sangat susah. Bagaimana mau bersimpati atau berempati kalau tiada akses untuk berbuat ke para pemimpin. Akhirnya yang tersisa adalah bentuk muak di satu sisi. Di sisi berikutnya, ada yang cuek bebek jalan terus. Nah di sisi yang terakhir (ini kebanyakan rakyat miskin), mencoba gali lubang kuburannya sendiri karena cul-de-sac lalu putus asa.



Mari membahasnya satu-persatu. Muak adalah salah satu bentuk emosi. Kalian yang mengerti sedikit teori psikologi mungkin tahu, emosi harus dilepaskan, sebaiknya dalam bentuk positif. Nah, muak menurut anda apakah itu suatu emosi positif? Tentu tidak. Lalu bagaimana melepaskannya? Awalnya ingin dilepaskan pada mereka yang telah membuat kalian muak, bukan? Namun apa daya, mereka itu berkuasa di negara ini. Akhirnya, kalian melepaskannya pada sesama atau pada mereka yang tak berdaya.



Pada tahap selanjutnya, kalian yang berhasil melepaskan emosi kemuakan kepada sesama atau di bawah derajat kalian, membentuk semacam pola percontohan. Maksudnya pola contoh ini terbentuk secara tidak sengaja karena seringnya kalian muak pada mereka yang di atas. Apa itu? Ya semacam adagium “Tidak kalian saja, wahai para penguasa, yang bisa berbuat sengkarut onar, kami pun bisa melakukannya kepada mereka yang lemah tak berdaya”.



Kalian masih bingung mencerap apa itu pelepasan emosi muak? Begini contohnya: ada seorang bapak di kantornya. ia mendapati bosnya berbuat berkali-kali korupsi atau apapun yang membuat bapak itu muak. Untuk menegurnya tentu ia tak berani karena bos punya kuasa. Akhirnya bapak itu mengakumulasi emosi muaknya lalu melepaskanya secara terus-menerus kepada istrinya atau pada anak-anaknya.



Kalau berbicara contoh, tentunya jangan kaku memperlakukan contoh tersebut. Maksudnya masih banyak kasus lain yang sangat pantas dijadikan contoh kemuakan. Contoh lagi: ada orangtua yang tak berdaya (baca: muak) memperlakukan tingkah-polah salah-satu anaknya. Dari bagaimana anak itu bergaya diktaktor kepada orangtuanya karena ia punya uang sampai bagaimana anak itu mengambil alih peran orangtua dalam keluarga. Akhirnya orangtua itu melakukan KDRT kepada anaknya yang lain yang lemah.



Jadi akibat negara ini lemah muncul salah-satunya golongan yang selalu melakukan sengkarut onar kepada mereka yang lemah. Biasanya golongan ini terdiri dari para pemimpin, baik itu pemimpin negara maupun pemimpin keluarga yang dikendalikan oleh golongan cuek bebek.



Golongan cuek bebek? Ya mari mengupas golongan cuek bebek ini. Sebenarnya golongan ini punya sedikit kuasa untuk membuka akses kepada para penguasa. Ya paling tidak untuk berkata semacam begini “hei kamu para penguasa negeri ini, janganlah kamu menyalahi amanah di pundakmu.” Namun selidik punya selidik, gaung akses gologan ini ternyata kalah berisik oleh para pengusaha hitam. Tahu siapa para pengusaha hitam itu? Ya merekalah yang menyandera para penguasa negeri ini dengan uangnya, dengan tentakel-tentakel mafianya. Akhirnya karena kalah modal, golongan ini cuek bebek terhadap carut-marut masalah yang banyak diperbuat para penguasa negara ini.



Sama seperti golongan pertama, mereka yang cuek bebek lambat laun menciptakan suatu motto secara tidak sengaja “tidak kalian saja, wahai pengusaha hitam, yang bisa memperkaya diri. Kamipun bisa melakukannya.” Ya bentuk cuek bebek mereka mewujud pada kegiatan memperkaya diri sendiri. Oia, kalian mengikuti berita yang mengabarkan, kelas menengah di Indonesia meningkat? Nah berita itu adalah indikasi jelas memang benar ada golongan cuek bebek ini.



Selamat bagi kalian yang telah masuk menjadi golongan kelas menengah atau cuek bebek ini. Artinya kalian telah berhasil memperkaya diri kalian. Untuk itu kalian juga pantas berujar “apapun yang terjadi di lingkungan sekitarku (siapapun mereka, apapun yang dilakukan mereka), SILAKAN kami tak peduli.” Bagi golongan ini, apa yang dilkukannya tidak merugikan siapapun. Oleh karena itu, jangan coba-coba mengusik golongan ini apalagi dari golongan tak berdaya.



Inilah golongan yang menjadi frontline bagi jurang kekayaan di satu sisi lembah. Di lembah sisi lainnya, jauh me-nga-nga jurang kemiskinan. Ya kalimat lainnya adalah: yang kaya makin hartawan, yang miskin makin nista. Berbicara frontliner, berarti apapun yang dilakukan golongan ini untuk memperkaya diri, TERLIHAT jelas oleh golongan lemah tak berdaya. Mereka ini bagai sekumpulan manekin yang memperagakan baju yang baru di berbagai toko-toko pakaian. Lalu, ada segolongan yang lain yang hanya bisa memandangi saja pakaian-pakaian yang dikenakan manekin-manekin tersebut.



Golongan yang lain inilah yang disebut kelas tak berdaya. Tahu tidak mengapa mereka disebut tak berdaya? Kata kuncinya adalah kekerasan. Benar, mereka sekaligus mendapat tiga kekerasan dari golongan yang muak juga dari cuek bebek. Pertama kekerasan fisik dan sosial dari golongan muak (baca: penguasa non-negara). Coba buka lembaran-lembaran koran nasional dan cari contoh dari dua kekerasan tersebut. Atau, perhatikan segala berita di televisi.



Masih ingatkah kalian tentang kasus-kasus perebutan lahan, baik itu lahan pertanian atau perumahan? Siapa yang biasanya kalah? Mungkin tak perlu dijawab, anda semua sudah tahu. Pertanyaan yang penting sebenarnya adalah: kekerasan apa yang golongan muak telah perbuat sehingga dalam kasus di atas golongan lemah, kalah? Dari bagaimana mereka dikejar-kejar kelompok suruhan golongan muak sampai lahan mereka secara “legal” maupun ilegal diakui milik golongan muak. Ingat, ini hanya contoh. Maksudnya asih banyak lagi contoh lainnya.



Sedangkan kekerasan terakhir dilakukan oleh golongan cuek bebek. Kekerasan itu mewujud pada pelecehan psikologis. Ya, muara dari pelecehan psikologis itu adalah ketidakpedulian.hei, maksud anda, kami harus menjadi manusia filantropi gitu? Sangat konyol anda, ngapain kami harus bersusah-payah menjadi dermawan untuk orang yang tidak dikenal!!. Lagipula kalau mereka ingin dipedulikan, kami harus terlebih dahulu apa jasa mereka terhadap kami!!” Inikah kurang lebih bantahan kalian bila anda semua dituduh telah melakukan kekerasan psikologis?sekarang begini saja, bila kalian ingin seperti kami yang hidup sejahtera, jangan MALAS, mulailah dari diri kalian sendiri untuk menolong kehidupanmu!!” Inikah kurang lebih alasan anda semua bila dihadapkan dengan realitas yang kumuh, kotor, bau. Lemah dan tak berdaya?



Hei tunggu!!...apa ada salah dengan bantahan dan alasan kami?” Tidak, ini benar dari sisi kalian. Dari sisi yang tidak mau tahu apa yang dirasakan oleh mereka yang tak berdaya. Kuncinya adalah kesempatan. Benar, mereka juga telah bekerja keras namun kesempatan “bagus” tak pernah mau mampir ke kehidupan mereka. Sila tafsir sendiri tanda kutip yang menghimpit kata bagus, baik itu dengan ego ataupun dengan akal sehat.



Apa akibat dari mereka yang telah mengalami tiga kekerasan tersebut? Setidaknya ada dua tindakan ekstrem yang mereka lakukan. Di satu sisi mereka yang tak berdaya secara perlahan-lahan akan menjemput kematian. Sedangkan di sisi yang lain mereka mencoba memakai topeng-topeng badut untuk menjadi manusia-manusia penjilat.


Terakhir, akankah kita semua membiarkan Indonesia Raya ini terus menjadi lemah dan akan hancur menjadi negara gagal di masa mendatang? Lalu apa yang harus kita perbuat bila jawabannya TIDAK AKAN.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun