[caption id="attachment_272753" align="alignleft" width="300" caption="ilustrasi (sumber:streeteditors.com)"][/caption]
Hukum sosial dengan hukum alam itu berbeda. Pernyataan ini nampaknya benar karena otak kita sedari kecil (atau katakanlah sedari SD) sudah diajarkan begitu. “Begitubagaimana?” Maksudnya diajarkan selalu membedakan perilaku sosial dengan perilaku alam. “Lhoapakah itu salah?” jawaban sementara tidak. “Lho, bagaimana seh kok jawabannya membingungkan”. Sebentar, saya akan coba terangkan. Masih ingat beberapa materi IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) yang diajarkan sewaktu kita SD?. Contoh, salah-satu sifat air itu mengalir dari dataran tinggi menuju dataran rendah atau musim hujan selalu berlangsung dari bulan Oktober sampai bulan April.
“Ya saya masih ingat, terus apa masalahnya?” What’s, masih saja mempertanyakan masalah. Coba perhatikan lingkungan sekitar Anda? “Anda ini bagaimana seh, disuruh jelasin masalahnya malah saya disuruh melihat lingkungan sekitar!” satu kalimat kunci yang mungkin Anda bisa pahami, perubahan iklim. “hahaha….ini saya yang oonatau kamunya yang bodoh. Ntardulu, tadi kamu neranginsoal materi IPA disertai contohnya. Terus tiba-tiba kamu loncat neranginperubahan iklim. Hey what’s going on, apa hubungannya?”
Rrrrrh. Begini, saya tanya dulu. Anda percaya nggak dengan perubahan iklim? “Ajegile nih orang, susah ya ngajak ngomong kamu. Diajak ngomongin A, kamunya malah lari kemana-mana. Wokeh, saya ngikutin alur omonganmu. Kalau dari inpormasi tipi-tipi ama media lain, ya saya percaya perubahan iklim” Betul kan perkiraan saya, Anda percaya adanya perubahan iklim karena adanya pemberitaan di berbagai media, bukan dari kesadaran kamu sendiri. “Lah, emang ngapa dengan kesadaran saya? Saya nggak gila kok”.
Hahahaha…..bukan itu. Maksud saya kesadaran Anda masih belum percaya adanya perubahan iklim. Kenapa? Ya karena kesadaran Anda telah lama dijejali dari SD dengan peryataan, hukum sosial dengan hukum alam itu berbeda. “Hehehehe, masih belum ngeh nih. Please, bisa lebih sederhana penjelasannya?” Gubrak, Anda ya njengkelin. Mungkin yang dibutuhkan oleh Anda bukan lagi pengulangan, pulsa mahal, saya akan jelaskan dampaknya saja. Akibat kesadaran kolot Anda, Anda memperlakukan secara berbeda lingkungan alam dengan lingkungan sosial. Maksudnya, meng-anaktiri-kan lingkungan alam tapi sama lingkungan sosial, Anda meng-anakemas-kan.
“Huuamm, ngantuk saya denger teori melulu. Beri saya contoh saya meng-anaktiri-kan lingkungan alam?” Hehehe…, lebih baik mulai dari contoh dampak Anda meng-anaktiri-kan lingkungan alam ya. Sudah dengar tentang peristiwa ambrolnya jalan R E Martadinata di Jakarta Utara? “Yup, saya sudah denger dan liat di tipi”. Menurut Anda, apa penyebabnya coba? “Lah, mana saya tahu. Situ yang ngasih contoh, kok saya yang repot”. Hahaha….salah nggak kalau saya katakan, penyebab ambrolnya jalan R E Martadinata itu karena, tidak selalu sifat air mengalir dari dataran tinggi menuju dataran rendah?
“Mmmh…sebentar saya pikir. Kayak salah deh, sudah dari sononya sifat aer begitu. Betul nggak?” dari sononya itu dari mana, dari buku pelajaran kan? Sekarang begini, to the point aja ya. Peristiwa di Jakarta Utara itu karena perubahan iklim. Nah, perubahan iklim itulah yang menyebabkan sifat air berubah, bukan lagi mengalir dari dataran tinggi ke dataran rendah. Kan Anda tahu sendiri, karena Jakarta Utara dekat laut, maka Jakarta Selatan itu lebih tinggi datarannya daripada Jakarta Utara. Sekarang saya tanya, tapi mengapa air laut saat ini mengalir dari utara ke selatan? Seharusnya kan terbalik.
“au ah..sebenarnya penjelasan kamu mengasyikan tapi saya bingung ngikutinnya” Lho kok bisa gitu, jawabannya ya karena ulah manusia termasuk Anda. “Ini lagi, tiba-tiba nyalahin saya?” Ya iya salah kita sebagai manusia yang selalu mengekploitasi dan mengekplorasi air tanah Jakarta. Akibatnya apa? Air tanah Jakarta habis. Bagaimana tidak habis, air hujan saja sudah tak mampu menggantikan air tanah Jakarta. Ya karena banyak tanah di Jakarta yang sudah di aspal sehingga air hujan tidak dapat tembus ke tanah.
“Maksud kamu apa seh, jelasin panjang kali lebar gitu?” Ya capee deh, saya mau jelaskan begini supaya kamu sadar, perubahan iklim itu sudah di depan mata kita, ya karena ulah kita sendiri. Itu satu, kedua saya jelaskan begini supaya kamu tidak lagi meng-anaktiri-kan alam lingkungan karena alam berperilaku juga. Nah yang ketiga, yuk mari kita melakukan aksi sosial untuk meng-anakemas-kan kembali alam lingkungan. Sebenarnya bukan hanya kita berdua saja karena dibutuhkan lebih seribu tangan cinta untuk melestarikan alam lingkungan.
“oh…gitu ya. Hehehe, ngomong-ngomong, kamu sudah punya pacar belum?”
“!@$%^&*(^%, Gludaak”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H