“buat gw kawan segalanya sampai mati gw bela kawan walau gw harus miskin dan kere yang pentingbotol di depan gw jangan sampai lu tendang”
[caption id="attachment_149660" align="alignleft" width="300" caption="jim & friend / jogja ( sumber: Facebook )"][/caption]
Ya inilah ungkapan Jimmo yang masih saya ingat sampai sekarang. Jimmo melontarkan ungkapan itu kira-kira bulan November tahun lalu pada saat saya masih baru di Kompasiana. Awalnya, saya tidak percaya dengan ungkapan itu, tapi melalui proses lambat-laun saya bertanya “kok ada ya orang seperti Jimmo?”
Mengapa saya bertanya begitu? Ya karena Jimmo lah yang (sampai dia menghilang) agresif berteman dengan saya. Ya agresif. Terus-terang waktu saya masuk Kompasianam tidak terpikir untuk berteman secara “darat”. Cuma ingin melepas kejenuhan melalui berbagi lewat tulisan. Tapi Jimmomembuyarkan niat awal saya. Ya dia mau bertemu saya di “darat”. Dengan berat hati, saya coba layani. Ya awalnya begitu. Tapi ketika mengobrol kesan saya berubah. Itu yang pertama.
Kedua, Jimmo seakan benar-benar menerapkan ungkapan di atas. Ini penilaian saya. Walau saya pasif dalam berteman karena sesuatu hal, dia tidak peduli tetap ingin berkawan dengan saya. Selain dalam tiap bulan menyambangi saya (sampai dia menghilang), dia juga menyemangati saya terus dalam hal perjuangan hidup. Ya sesuatu yang harus diperjuangkan terlebih dahulu baru hidup merdeka.
Inilah yang saya mau tuliskan tentang Jimmo. Dialah sosok orang merdeka. Maksudnya begini, Jimmo mau memperjuangkan segala apapun yang dipertanggungjawabkan agar keinginannya merdeka. Inilah tipe petarung. Walaupun segala apapun itu termasuk kepentingan temannya, dia rela memperjuangkan bersama. Perlu contoh? Ya itu saya. Tahu arti ungkapan “Jangan menjilat ludah sendiri”? Jimmo tidak termasuk golongan “menjilat ludah sendiri”, menurut saya. Sekali rela menolong teman, dia akan akan konsisten terus, termasuk berteman dengan saya.
Oia, ini lagi-lagi penilaian saya. “Jimmo seakan-akan nggak ada matinya”. Saya perhatikan kegiatan Jimmo, “wuih padatnya”. Tapi kok dia bisa mengatur segalanya. Contoh “Minggu ini ke kota ini, Minggu depan ke kota itu, bla…bla…bla, tapi kok dia masih ada waktu buat temannya, termasuk saya”. Padahal jarak antar kota jauh –jauh dan jadwal dalam seminggu masih padat pula.
Inilah sekelumit kata tentang Jimmo dari saya yang ingin berteman kembali……
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H