Banyaknya manusia keluar di malam hari tentu meningkatkan riuh suasana. Dengan mata sayup manusia kini rela bangun tengah malam untuk memeriahkan pesta-pesta guna bertemu sesama. Sangat cocok dengan lampu-lampu kota malam yang tak pernah mati.
Kehidupan kota ramai tengah malam tentu saja tak luput dari pengamatan penduduk hutan. Jangan heran jika dua ekor penduduk hutan Prof. Kancil dan assistennya Dr. Rusa sengaja melakukan penelitian dengan mengubah tampil dalam bahasa manusia.
Prof James Butt, seorang aktivis pengamat etika sosial, memandu dua rekannya Prof. Kancil dan Dr. Rusa untuk melihat riuh hura-hura kehidupan malam. Suasana malam seperti jadi candu bagi manusia. Berdasarkan pengamatan Prof. Kancil kehidupan malam sangat menjual. Malam yang dulunya dilihat sebagai tempat istirahat kini berubah dilihat sebagai sumber pendapatan.
Sayangnya ada yang menjanggal bagi Dr. Rusa dan dia bertanya kepada Prof. Butt, "Selama kami melakukan pengamatan 2 bulan berjalan di kota tengah malam, yang terlihat hanyalah pria". Dengan santai Prof. Butt menjawab, "Pria memang suka begadang, demi keamanan perempuan dan anak-anak diberi batasan jam malam untuk istirahat dirumah". Â Â Â Â Â
Dr. Rusa bingung dan menjawab, "Sejujurnya kami masih kurang paham. Kalau di hutan ada rantai pemangsa yang dikurung binatang buasnya, bukan korbannya". Dengan guyonan Prof Butt menjelaskan, "Maklum beda di hutan, kalau di kota binatang buasnya mengincar butt, bukan beef. Begitu juga saya."
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H