Proses perdebatan dalam pembentukan Pancasila berlangsung di Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dari 29 Mei hingga 1 Juni 1945.
1.Usulan Awal: Mr. Muhammad Yamin mengusulkan konsep dasar negara yang mengacu pada sejarah dan pemikiran Barat. Beberapa anggota, termasuk ulama, menginginkan dasar negara berbasis Islam, yang ditolak oleh tokoh nasionalis seperti Mohammad Hatta.
2.Perdebatan Kubu: Terjadi perdebatan tajam antara kubu Islam dan sekuler, dengan argumen dari kedua belah pihak yang saling menanggapi. Soekarno berpidato pada 1 Juni 1945 untuk merangkul semua pihak dan mengusulkan Pancasila sebagai solusi.
3.Mufakat dan Pemungutan Suara: Meskipun ada perbedaan pendapat, semangat musyawarah untuk mufakat tetap dijunjung tinggi. Beberapa keputusan diambil melalui pemungutan suara ketika musyawarah tidak mencapai kesepakatan.
Argumen utama dari kubu Islam dalam perdebatan BPUPKI meliputi:
1.Dasar Negara Berdasarkan Islam: Tokoh-tokoh Islam, seperti Ki Bagoes Hadikoesoemo, menekankan pentingnya mendirikan negara berdasarkan syariat Islam, yang dianggap sesuai dengan mayoritas rakyat Indonesia yang beragama Islam.
2.Integrasi Agama dan Negara: Mereka berpendapat bahwa negara tidak dapat dipisahkan dari agama, dan bahwa prinsip-prinsip Islam harus menjadi landasan hukum dan moral negara.
3.Kekhawatiran Terhadap Keterasingan Umat Islam: Ada kekhawatiran bahwa jika negara tidak berdiri di atas dasar Islam, umat Islam akan menjadi pasif dan kehilangan semangat juang untuk kemerdekaan.
Perdebatan ini menciptakan ketegangan antara kubu Islam dan sekuler yang menginginkan pemisahan antara agama dan negara.
Reaksi kubu sekuler terhadap usulan negara berdasarkan Islam dalam BPUPKI mencakup beberapa argumen utama:
Pemisahan Agama dan Negara.Tokoh sekuler seperti Soekarno dan Supomo menekankan pentingnya memisahkan urusan agama dari urusan negara, berargumen bahwa negara harus bersifat netral terhadap semua agama untuk menjaga persatuan nasional.
Kebutuhan Masyarakat Moderat.Mereka meragukan apakah syariat Islam dapat memenuhi kebutuhan masyarakat yang beragam, dan lebih memilih dasar negara yang inklusif untuk semua golongan.
Kompromi dalam Piagam Jakarta.Dalam upaya mencapai kesepakatan, mereka menerima Pancasila sebagai dasar negara dengan penambahan elemen religius yang tidak spesifik pada satu agama, meskipun awalnya menolak unsur formalistik Islam.
Perdebatan ini mencerminkan ketegangan ideologis antara dua visi tentang hubungan antara agama dan negara di Indonesia.
Respon kubu non-Muslim terhadap usulan negara berdasarkan Islam dalam perdebatan BPUPKI menunjukkan penolakan yang kuat. Para tokoh sekuler, seperti Mohammad Hatta, menekankan pentingnya memisahkan agama dari negara untuk menjaga persatuan dan menghindari diskriminasi terhadap kelompok minoritas. Mereka berargumen bahwa negara harus berdasar pada prinsip kebangsaan yang inklusif, bukan pada syariat Islam yang bisa menimbulkan ketegangan antaragama. Kubu non-Muslim khawatir bahwa penerapan syariat Islam akan mengancam keberadaan mereka dan menciptakan ketidakadilan di masyarakat yang beragam.
Perdebatan ideologis antara kelompok Islam dan sekuler dalam BPUPKI sangat mempengaruhi keputusan akhir mengenai dasar negara Indonesia. Kelompok Islam, yang terdiri dari tokoh-tokoh seperti Ki Bagoes Hadikoesoemo, mengusulkan agar negara didasarkan pada syariat Islam, berargumen bahwa mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim dan harus mencerminkan nilai-nilai agama mereka.
Di sisi lain, kelompok sekuler, dipimpin oleh tokoh seperti Mohammad Hatta dan Soepomo, menolak ide tersebut, menekankan perlunya pemisahan antara agama dan negara untuk menjaga persatuan dan keadilan bagi semua golongan.
Akhirnya, untuk mencapai kesepakatan dan menghindari perpecahan, kedua belah pihak sepakat pada Pancasila sebagai dasar negara, yang dirumuskan dalam Piagam Jakarta. Ini mencerminkan kompromi antara nilai-nilai agama dan kebutuhan untuk membangun negara yang inklusif.
Pancasila, sebagai dasar negara Indonesia, dirumuskan melalui serangkaian sidang oleh Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pada 1 Juni 1945, Soekarno memperkenalkan lima sila yang kemudian dikenal sebagai Pancasila. Setelah melalui diskusi dan perubahan, pada 18 Agustus 1945, PPKI menetapkan rumusan final Pancasila:
1.Ketuhanan Yang Maha Esa
2.Kemanusiaan yang adil dan beradab