Mungkinkah hal itu terjadi? Mungkin saja.Â
Dari penjelasan panjang di atas, mungkin bisa kita ambil sedikit kesimpulan seperti ini, resesi terjadi karena perlambatan roda perekonomian. Oleh karena itu, harus terjadi interaksi yang seimbang antara penjual dan pembeli, supply dan demand.Â
Saat awal pandemi covid kemarin (yang datang secara tiba-tiba), supply yang ada di perekonomian berjumlah sangat besar sedangkan demand mengalami penurunan akibat dari pembatasan aktivitas. Untuk menekan beban operasional, perusahaan melakukan PHK besar-besaran (diharapkan dapat menurunkan supply, sehingga dapat sejajar dengan tinggi demand saat itu). Sekarang, kondisi sudah beranjak normal.Â
Ketika demand sudah meningkat kembali, tetapi supply atas barang dan jasa yang tersedia sedikit (karena PHK dan beberapa upaya untuk menekan biaya operasional). Sempat terjadi inflasi saat itu, terutama negara-negara maju yang menerapkan lockdown ketika pandemi. Inflasi yang terjadi karena demand yang tinggi ditambah dengan terhambatnya rantai pasok dari kebutuhan energi akibat dari masalah geopolitik antara Rusia dan Ukrania ikut membuat inflasi menjadi tidak terkendali bagi negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan negara-negara di Eropa. Hal ini bisa saja meningkatkan risiko terjadinya resesi bagi negara-negara tersebut.
Untuk Indonesia sendiri bisa dibilang masih jauh dari bayang-bayang resesi, pertumbuhan PDB Indonesia masih tumbuh secara positif per tahun 2022 sebesar 5,31%. Selain itu, terdapat surplus pada APBN. Asalkan daya beli masyarakat tetap terjaga, mimpi buruk resesi bisa kita hindari. Tapi tidak juga abai terhadap beberapa kemungkinan yang akan terjadi kedepannya (konflik Rusia-Ukrania masih berlanjut).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H