Mohon tunggu...
Ahmad Zakiya Najahi
Ahmad Zakiya Najahi Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Aqidah dan Filsafat Islam UIN Syarif Hidayatullah

Saya Ahmad Zakiya Najahi biasa dipanggil Ahmad

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

''Agama dan Filsafat'' Sebuah Kolaborasi atau Kontradiksi ?

21 Januari 2025   07:30 Diperbarui: 21 Januari 2025   00:03 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di antara berbagai problematika kefilsafatan, pertemuan antara agama dan filsafat menjadi problem yang paling menarik untuk di bahas, bahkan paling kontroversial. Berbagai pandangan dan komentar pro-kontra terhadap pertemuan filsafat dan agama dapat ditemui dalam berbagai buku buku filsafat. Kontroversi pertemuan agama dan filsafat berawal dari pengertian dasar antara keduanya yang dapat di katakan bertolak belakang.Pada dasarnya agama berporos pada kepercayaan atau keimanan terhadap terhadap entitas-entitas transenden yang di anggap sangat mempengaruhi kehidupan, seperti Tuhan,surga,neraka,takdir dan sebagainya. Pada dasarnya agama adalah keyakinan, tanpa seseorang di tuntut untuk harus tahu atau paham secara mendalam apakah yang ia yakini memang benar secara rasional. Banyak fenomena-fenomena di negara ini yang mempercayai suatu hal tanpa di dasari pengetahuan tentang apa yang dipercayai nya, seperti seseorang yang memeluk suatu agama dari garis keturunan alhasil pengetahuan akan agama yang di peluk oleh seseorang tersebut hanyalah doktrin belaka, hanya ikut-ikut saja.

Sementara itu di sisi lain, filsafat justru berporos pada sikap ingin tahu dan penjelajahan intelektual. Dalam filsafat, orang tidak diperkenankan memutuskan atau melakukan sesuatu tanpa ia tahu jelas benar-salahnya , baik-buruknya atau layak-tidak layaknya apa yang ia putuskan atau lakukan. seorang filosof akan tanpa ragu mempertanyakan dan membahas apapun yang belum ia ketahui sehingga akan memunculkan rasa penasaran.

Sebenarnya, baik filsafat maupun agama, sama-sama berkarakter normatif dalam arti berupaya untuk melacak apa yang seharusnya dilakukan atau diputuskan. Hanya saja, dasar dari kedua normativitas tersebut sangat berbeda. Agama lebih menyandarkan keharusan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu pada otoritas diluar dirinya yang di pandang menguasai dan mempengaruhi hidup. Otoritas itu bisa berupa Tuhan,wahyu, atau orang yang di pandang menguasai urusan keagamaan. Di sisi lain, filsafat cenderung menyandarkan keharusan tersebut pada keputusan hasil pemahamannya sendiri, kelurusan bernalar dan ketepatan proses intelektual yang berlangsung dalam dirinya.

Dari sudut pandang filsafat, sikap seorang yang beriman dengan menerima begitu saja dan menyakini tanpa bertanya segala sesuatu yang dianggap berasal dari '' yang memiliki otoritas '', pasti bukanlah sikap yang harus diikuti. karena pada hakikatnya filsafat adalah ilmu kritis. Filsafat selalu mengemukakan pertanyaaan tentang pemikiran, pandangan, dan keyakinan-keyakinan, bahkan yang sudah dianggap mapan. Filsafat menguji dan mengkritik secara sistematis dan radikal pandangan yang telah di terima umum atau yang sudah dianggap sebagai pokok kepercayaan .

Banyak filosof yang membahas problematika pertemuan antara agama dan filsafat. Berbagai pandangan pun sudah dilontarkan. Dari berbagai pandangan tersebut secara umum dapat dikatakan bahwa ada beberapa pandangan yang miring dari berbagai kalangan beragama terhadap filsafat, para filosof dari kalangan beragama  sendiri ternyata banyak juga  yang berpendapat bahwa antara agama dan filsafat itu tidak bertentangan. Ketidakbertentangan filsafat dan agama bisa dilihat dari misi keduanya, yakni untuk menunjukan kebenaran pada manusia, meskipun jalurnya berbeda.

Agama ingin menunjukan kebenaran kepada manusia melalui jalur otoritas yang dipandang lebih tinggi daripada manusia, baik Tuhan ataupun kitab suci. sementara itu, filsafat ingin menuntun manusia ke dalam kebenaran dengan tuntunan pemakaian inteligensi yang ia miliki secara optimal. Baik filsafat maupun agama, kalau berjalan secara konsisten, serius dan tidak dicampuri oleh kepentingan-kepentingan tertentu kecuali hanya demi kebenaran pasti akan bertemu dalam kebenaran yang hakiki antara agama dan filsafat.  

Sebagaimana uraian yang di paparkan diatas, rasa ingin tahu dan mendapatkan kejelasan tentang berbagai hal pada dasarnya adalah fitrah manusia. Diakui atau tidak, orang akan merasa lebih mantab, lebih puas, lebih yakin apabila ia memahami dan mengerti sesuatu yang ia yakini termasuk kalangan beragama dalam meyakini keimanannya. itulah mengapa di kalangan umat beragama ada satu disiplin ilmu yang disebut sebagai teologi atau dalam islam dikenal sebagai ilmu kalam.

Dalam teologi, segala muatan keimanan yang sejak awal diyakini sebagai yang pasti benar diupayakan untuk mendapatkan justifikasinya dengan cara merumuskan rasionalisasinya. Dalam teologi, dogma-dogma agama yang selama ini diyakini begitu saja di bahas pembuktian rasionalisasinya. Bisa di simpulkan, dalam proses melakukan rasionalisasi tersebut terjadi satu proses yang sedang kita bicarakan kali ini, yaitu berfilsafat.

Dalam teologi, filsafat berfungsi sebagai alat yang menjelaskan, menguraikan, dan menganalisis isi dogma-dogma agama dengan tujuan meneguhkan kebenaran, Jadi, sebenarnya dapat dikatakan bahwa dalam hal ini filsafat tidak bertentangan dengan agama, bahkan mendukung agama.

Meskipun demikian, cara berpikir teologis tidak dapat dikatakan sebagai pola berpikir yang murni filsafat. Filsafat dalam bentuk aslinya berawal dari rasa ingin tahu dan tidak percaya apapun sebelum terbukti kebenarannya. Sementara itu, teologi diawali dengan satu keyakinan dahulu bahwa sesuatu itu benar dan harus diyakini. Filsafat juga tidak mengharuskan hasil eksplorasi maupun pemahaman untuk mengikuti sebuah pandangan tertentu karena dedikasi filsafat hanya untuk kebenaran. Namun, teologi tidak demikian. Teologi mendedikasikan diri sepenuhnya untuk agama.

Filsafat dapat dikatakan berangkat dari nol untuk menemukan kebenaran, sedangkan teologi berangkat dari meyakini kebenaran dahulu untuk kemudian di buktikan. Adapun perangkat filsafat yang dipakai untuk menemukan serta perangkat teologi yang dipakai untuk membuktikan suatu problematik pada dasarnya sama, yaitu berfilsafat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun